Pages

Ads 468x60px

Selasa, 05 Mei 2015

TERMINASI PADA KABEL SERAT OPTIK


• Ujung kabel serat optik berakhir di sebuah terminasi, untuk hal tersebut dibutuhkan penyambungan kabel serat optik dengan pigtail serat optik di Optical Termination Board (OTB), bisa wallmount atau 1U rackmount. Dari OTB kabel serat optik tinggal disambung dengan patchcord serat optik ke perangkat multiplexer, switch atau bridge (converter to ethernet UTP)

• Penyambungan kabel serat optik disebut sebagai splicing. • Splicing menggunakan alat khusus yang memadukan dua ujung kabel seukuran rambut secara presisi, dibakar pada suhu tertentu sehingga kaca meleleh tersambung tanpa bagian coated-nya ikut meleleh.

• Setelah tersambung, bagian sambungan ditutup dengan selubung yang dipanaskan. Alat ini mudah dioperasikan, namun sangat mahal harganya. • Inilah sebabnya meskipun harga kabel fiber optik sudah jauh lebih murah namun alat dan biaya lainnya masih mahal, terutama pada biaya pemasangan kabel, splicing dan terminasinya.

• Pigtail yang disambungkan ke kabel optik bisa bermacam-macam konektornya, yang paling umum adalah konektor FC. • Dari konektor FC di OTB ini kita tinggal menggunakan patchcord yang sesuai untuk disambungkan ke perangkat. Umumnya perangkat optik seperti switch atau bridge menggunakan konektor SC atau LC. Cukup menyulitkan ketika menyebut jenis konektor yang kita kehendaki kepada penjual, FC, SC, ST, atau LC.

• Setelah kabel optik terpasang di OTB dilakukan pengujian end-to-end dengan menggunakan Optical Time Domain Reflectometer (OTDR).

• Dengan OTDR akan didapatkan kualitas kabel, seberapa besar loss cahaya dan berapa panjang kabel totalnya. Harga perangkat OTDR ini sangat mahal, meskipun pengoperasiannya relatif mudah.

• OTDR ini digunakan pula pada saat terjadi gangguan putusnya kabel laut atau terestrial antar kota, sehingga bisa ditentukan di titik mana kabel harus diperbaiki dan disambung kembali

• Untuk keperluan sederhana misalnya sambungan fiber optik antar gedung pada jarak ratusan meter (hingga 15km) kini teknologi bridge/converter-nya sudah semakin murah dengan kapasitas 100Mbps, sedangkan untuk full gigabit harga switch/module-switchnya masih mahal.

• Jadi, meskipun harga kabel serat optik sudah di kisaran Rp10.000/m namun total pemasangannya membengkak karena ada biaya SDM yang menarik dan memasang kabel, biaya splicing setiap core-nya, pemasangan OTB, pengujian OTDR, penyediaan patchcord dan perangkat optiknya sendiri (switch/bridge).

sejarah fiber optik


GENERASI 1 PERKEMBANGAN SERAT OPTIK
• Generasi pertama (mulai 1975)
• Sistem masih sederhana dan menjadi dasar bagi sistem generasi berikutnya, terdiri dari : • alat encoding : mengubah input (misal suara) menjadi sinyal listrik. • transmitter : mengubah sinyal listrik menjadi sinyal gelombang, berupa LED dengan panjang gelombang 0,87 mm. • serat silika : sebagai penghantar sinyal gelombang • repeater : sebagai penguat gelombang yang melemah di perjalanan • receiver : mengubah sinyal gelombang menjadi sinyal listrik, berupa fotodetektor • decoding : mengubah sinyal listrik menjadi output (misal suara) • Repeater bekerja melalui beberapa tahap, mula-mula ia mengubah sinyal gelombang yang sudah melemah menjadi sinyal listrik, kemudian diperkuat dan diubah kembali menjadi sinyal gelombang.
• Generasi pertama ini pada tahun 1978 dapat mencapai kapasitas transmisi sebesar 10 Gb.km/s.

GENERASI 2 PERKEMBANGAN SERAT OPTIK
• Generasi kedua (mulai 1981)
• Untuk mengurangi efek dispersi, ukuran teras serat diperkecil agar menjadi tipe mode tunggal.
• Indeks bias kulit dibuat sedekat-dekatnya dengan indeks bias teras. Dengan sendirinya transmitter juga diganti dengan diode laser, panjang gelombang yang dipancarkannya 1,3 mm.
• Dengan modifikasi ini generasi kedua mampu mencapai kapasitas transmisi 100 Gb.km/s, 10 kali lipat lebih besar daripada generasi pertama.

GENERASI 3 PERKEMBANGAN SERAT OPTIK
• Generasi ketiga (mulai 1982)
• Terjadi penyempurnaan pembuatan serat silika dan pembuatan chip diode laser berpanjang gelombang 1,55 mm.
• Kemurnian bahan silika ditingkatkan sehingga transparansinya dapat dibuat untuk panjang gelombang sekitar 1,2 mm sampai 1,6 mm.
• Penyempurnaan ini meningkatkan kapasitas transmisi menjadi beberapa ratus Gb.km/s.

GENERASI 4 PERKEMBANGAN SERAT OPTIK
• Generasi keempat (mulai 1984)
• Dimulainya riset dan pengembangan sistem koheren, modulasinya yang dipakai bukan modulasi intensitas melainkan modulasi frekuensi, sehingga sinyal yang sudah lemah intensitasnya masih dapat dideteksi. Maka jarak yang dapat ditempuh, juga kapasitas transmisinya, ikut membesar.
• Pada tahun 1984 kapasitasnya sudah dapat menyamai kapasitas sistem deteksi langsung. Generasi ini terhambat perkembangannya karena teknologi piranti sumber dan deteksi modulasi frekuensi masih jauh tertinggal. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa sistem koheren ini punya potensi untuk maju pesat pada masamasa yang akan datang.

Akuisisi Optik-mekanik dan Optik-elektronik

Skenario pengambilan citra terpolarisasi umumnya dilakukan dengan mengambil citra minimal tiga kali (Wolff, 1995) atau lebih, dengan filter polarisasi diset pada sudut yang berbeda-beda orientasinya. Jika hanya mengambil tiga citra, biasanya orientasi polarizer diset pada 0°, 45° dan 90°. Namun jika lebih dari dari itu, polarizer stepnya diatur dengan perbedaan mulai 5° ,10° dan seterusnya sesuai dengan keperluan. Namun, perputaran mekanis filter optik di depan kamera yang rentan terhadap pergeseran geometris proyeksi citra pada bidang fokus dan dapat menimbulkan variasi intensitas pada cahaya, membuat para peneliti mengembangkan filter polarizer yang berotasi secara otomatis dengan memanfaatkan perangkat elektronik (Wolff & Andreou, 1995) dan (Miyazaki, et al. 2005). Oleh karena itu, jika melihat dari bagaimana
konfigurasi optik dilakukan, kita dapat membagi teknik ini menjadi dua bagian, yaitu teknik akuisisi citra optik-mekanik dan akuisisi citra optikelektronik.
Pada akuisisi citra optik-mekanik, para peneliti menggunakan kamera dengan menambahkan komponen filter polarisasi linier yang dapat dirotasikan secara mekanis di depan lensa kamera tersebut. Desain kamera seperti ini kemudian digunakan untuk menangkap beberapa jenis citra obyek yang sama dengan orientasi polarisasi yang berbeda, dengan cara mengubah orientasi filternya. Perhitungan polarisasi dengan cara ini paling tidak membutuhkan 3 jenis komponen citra terpolarisasi yang berbeda, biasanya dengan sudut 0°, 45° dan 90°. Namun, jika tidak dilakukan dengan teliti, cara rotasi mekanik ini dapat menyebabkan terjadinya pergeseran geometrik penampilan proyeksi citra pada kamera, yang menghasilkan kesalahan yang signifikan dalam pengukuran parameter polarisasi (Wolff, 1995).
Sedangkan pada akuisisi citra optik-elektronik, kamera yang digunakan dilengkapi dengan sensor yang mengatur orientasi polarisasi secara elektronis. Pada desain awal teknik ini, peneliti menggunakan liquid crystal (Wolff & Andreou, 1995), yaitu dengan memanfaatkan dua twisted nematic (TN) liquid crytal yang diletakkan di depan CCD kamera. TN adalah suatu alat elektro-optik yang akan mengendalikan komponen cahaya parsial linear polarisasi yang bergerak melaluinya. Komponen polarisasi dari citra akan segera diketahui secara seri tanpa perlu melakukan rotasi secara mekanik filter
polarisasi.

Perubahan Nilai Intensitas Cahaya Menjadi Tegangan

Konsep mengenai konversi cahaya menjadi arus terjadi pada photodiode Gambar 2.10. Cahaya dengan energi yang cukup, menghasilkan pasangan elektron-hole yang terjadi pada sambungan diode yang disebut sebagai “Depletion Region” atau sambungan P-N. Elektron bebas berjalan disepanjang daerah N, karena elektron merupakan muatan negatif, kemudian menuju kutub negatif. Demikian halnya hole yang bermuatan positif, berjalan disepanjang daerah P, dan menuju ke kutub positif.

Proses penghasilan energi listrik diawali dengan pemutusan ikatan elektron pada atom-atom yang tersusun dalam kristal ketika diberikan sejumlah energi . Karena p dan n tersambung oleh depletion region maka akan terjadi difusi hole dari p menuju n dan difusi elektron dari n menuju p. Adanya perbedaan muatan pada daerah deplesi akan mengakibatkan munculnya medan listrik. Sambungan p-n menghasilkan medan listrik agar elektron dapat mengalir. Lepasnya pembawa muatan pada permukaan kristal mengakibatkan penambahan kuat medan listrik didaerah deplesi. Adanya kelebihan muatan mengakibatkan muatan tersebut bergerak karena adanya medan listrik pada daerah deplesi. Pada keadaan ini dihasilkan arus berupa arus drift, yaitu arus yang dihasilkan karena kemunculan medan listrik. Arus inilah yang kemudian dinamakan sebagai arus listrik (Iswanto,2008).

Photometry

Photometry merupakan pengetahuan tentang pengukuran cahaya dalam hal kecerahan atau tingkat terang yang dirasakan oleh mata manusia. Dalam photometry, daya radiasi pada masing-masing panjang gelombang digambarkan dalam fungsi luminosity.
Pada dasarnya sensitivitas mata manusia tidak sama untuk semua jenis panjang gelombang cahaya visible (tampak) pada percobaan photometry untuk mengukur daya pada masing-masing panjang gelombang tersebut yang direpresentasikan oleh sensitivitas mata terhadap panjang gelombang itu. Model standar dari respon mata terhadap cahaya sebagai fungsi panjang gelombang diberikan oleh fungsi luminosity. Sebagai catatan bahwa mata manusia memiliki perbedaan dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan itu dijadikan sebagai fungsi gelombang pada saat terjadi adaptasi dengan kondisi terang (photopic vision) dan kondisi gelap (scotopic vision). Pengukuran photometri mungkin tidak akurat karena kecerahan kondisi sumber cahaya yang warnanya tidak dapat dilihat, seperti cahaya bulan atau cahaya bintang. Besarnya daya atau intensitas dari suatu sumber cahaya pada suatu jarak tertentu sangat bergantung pada letak jarak yang menjadi acuan terhadap sumber cahaya tersebut. Perhatikan gambar 2.9(a). Gambar 2.9(a) mendeskripsikan bahwa pada permukaan AB dengan luasan S1, energi yang mengalir perdetik. Diketahui bahwa besarnya energi yang mengalir pada permukaan S1 adalah sama dengan S2.
Dalam photometrik, setiap besaran panjang gelombangnya diukur menurut sensitivitas mata manusia. Contohnya, respon mata lebih kuat ketika melihat cahaya hijau daripada responnya terhadap cahaya merah. Jadi cahaya hijau akan memiliki fluk luminous lebih besar dibandingkan dengan cahaya merah. Satuan fluks luminous (F) adalah lumen yang didefinisikan sebagai fluks luminous per satuan solid angle dalam kaitannya dengan titik sumber dari Intensitas cahaya.
Intensitas iluminasi (I) hanya akan bergantung pada daya iluminasi (L) dan kuadrat jarak antara sumber dengan permukaan. Semakin besar daya iluminasinya maka semakin besar intensitas iluminasinya, dan semakin besar jarak antara sumber cahaya dengan maka semakin kecil intensitas iluminasinya.

Karakteristik Sensor Serat Optik Untuk Perfomansi Sensor

Untuk mengetahui kinerja atau performansi dari serat optik sebagai alat pengukuran pergeseran obyek dalam skala mikrometer, maka perlu dicari dan diketahui beberapa karakteristik sensor sebagai berikut ;

1. Jangkauan sensor
Cara mendapatkan jangkauan sensor yaitu dengan melakukan pergeseran hingga tegangan keluaran detektor tidak mampu lagi mendeteksi perubahan yang terjadi. Jangkauan sensor merupakan nilai minimum hingga nilai maksimum dimana suatu sensor masih bisa bekerja.

2. Span
Span pada perancangan sensor serat optik untuk pergeseran mikro didapatkan dari pergeseran maksimum yang dikurangi dengan pergeseran minimum yang terjadi dalam orde mikrometer.

3. Resolusi pergeseran alat
Resolusi pergeseran alat merupakan nilai terkecil yang mampu dideteksi, dilihat berdasarkan grafik hasil penelitian, berkaitan dengan besar perubahan tegangan akibat perubahan jarak yang terjadi dan nilai yang diambil yaitu pergeseran terkecil yang dilakukan, dapat diperoleh berdasarkan persamaan hubungan antara jarak dan tegangan keluaran.

4. Sensitivitas
Pada penelitian sensor serat optik sebagai alat pengukuran pergeseran obyek dalam orde mikrometer maka sensitivitas dapat diketahui berdasarkan grafik dengan melihat gradient yang terdapat pada grafik dan ditinjau dari kemiringan yang terjadi, semakin besar nilai kemiringan maka semakin sensitive sensor serat optik sebagai pergeseran obyek (Widyana, 2010).

Sensor Pergeseran Serat Optik

Dalam sensor pergeseran, terdapat dua metode yang menjadi acuan, yaitu sensor interferometer modulasi phase, dan sensor intensitas berdasarkan refleksi. Sensor interferometer modulasi phase membandingkan phase sinyal cahaya dalam fiber optik dengan model berbentuk interferometer. Sedangkan sensor pergeseran berdasarkan refleksi menggunakan minimal dua buah fiber optik yang berperan sebagai input dan juga berperan sebagai receiving output fiber. Bentuk set up sederhana dari sensor pergeseran berdasarkan refleksi dapat dilihat seperti Gambar 2.8.

Gambar 2.8. mendeskripsikan bahwa transmisi sinyal cahaya mula-mula berasal dari serat optik input kemudian keluar menuju cermin datar kemudian mengalami pemantulan. Pantulan sinyal cahaya tersebut sebagian diterima oleh receiver serat optik output untuk diteruskan untuk selanjutnya dideteksi oleh detektor. Deskripsi berdasarkan Gambar 2.8 di atas menunjukkan bahwa intensitas sinyal cahaya yang akan dideteksi oleh detektor apabila ada sinyal cahaya yang diterima oleh receiver serat optik output. Besar kecilnya intensitas sinyal cahaya yang akan diterima oleh receiver serat optik output bergantung pada intensitas mula-mula dan jarak antara permukaan cermin datar dengan serat optik input dan receiver serat optik output. Jika dilakukan variasi antara jarak permukaan cermin dengan serat optik input dan receiver serat optik output dengan skala variasi yang sangat kecil maka akan terlihat variasi nilai intensitas yang dideteksi oleh detektor. Jenis variasi tersebut menjadi dasar dalam pembuatan sensor pergeseran mikro (micro-dispalcement).

Prinsip operasi sensor

Berdasarkan prinsip kerja dari proses modulasi atau demodulasi, sensor serat optik dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas, phase, frekuensi atau polarisasi sensor. Semua parameter merupakan subjek untuk merubah gangguan eksternal. Sehingga, dengan mendeteksi parameter tersebut dan perubahan yang terjadi, maka gangguan dari luar dapat diukur. Sensor Serat optik dapat dikelompokkan berdasarkan tiga klasifikasi, yaitu;
a. Sensor serat optik berdasarkan intensitas
Sensor Serat optik berdasarkan Intensitas dihubungkan dengan beberapa sinyal yang hilang. Alat ini dibuat dengan menggunakan perlengkapan untuk mengubah sesuatu besaran menjadi suatu besaran yang diukur bahwa fiber mengalami bending dan menyebabkan attenuasi sinyal. Cara lain untuk melakukan attenuasi pada sinyal yaitu dengan melakukan proses absorpsi atau scattering. Dengan mengamati perubahan intensitas, perubahan intensitas dapat terjadi akibat mikrobending serat optik. Pendeteksian mikro bending dapat menggunakan OTDR (Optical Time Domain Reflectometer) sehingga dapat diketahui posisi terjadinya bending pada serat optik.

b. Sensor serat optik berdasarkan modulasi panjang gelombang.
Sensor modulasi panjang gelombang menggunakan perubahan panjang gelombang atau cahaya untuk dideteksi. Contoh dari sensor modulasi panjang gelombang yaitu; Sensor Fluorescens, sensor benda hitam, dan brag gratting.

c. Sensor Serat optik berdasarkan modulasi phase
Sensor ini menggunakan phasa yang berubah untuk mendeteksi cahaya. Perubahan phasa dideteksi secara interferometer dan methode yang digunakan untuk pendeteksian secara interferometer ini yaitu; Mach-Zehnder, Michelson, Fabry- Perot, Sagnac, polarimetric, and grating interferometers (widyana, 2010).

Tipe Serat Optik

Berdasarkan faktor struktur dan properti sistem transmisi yang sekarang banyak diimplementasikan, teknologi serat optik terbagi atas dua kategori umum, yaitu :

1. Serat optik single mode

Serat optik single mode adalah sebuah sistem transmisi data berwujud cahaya yang hanya terdapat satu buah indeks sinar tanpa terpantul yang merambat sepanjang media tersebut dibentang. Satu buah sinar yang tidak terpantul didalam media optik tersebut membuat teknologi serat ini hanya sedikit mengalami gangguan dalam perjalanannya. Itu pun lebih banyak gangguan yang berasal dari luar maupun gangguan fisik saja. Single mode dilihat dari segi strukturnya merupakan teknologi serat optik yang bekerja menggunakan inti (core) serat yang berukuran sangat kecil dan diameternya bekisar 8 sampai 10 . Single mode dapat membawa data dan bandwidth yang lebih besar dibandingkan dengan multimode serat optik, tetapi teknologi ini membutuhkan sumber cahaya dengan lebar spectral yang sangat kecil. Single mode dapat membawa data dengan lebih cepat dan 50 kali lebih jauh dibandingkan dengan multi mode. Inti serat yang digunakan lebih kecil dari multi mode dengan demikian gangguan-gangguan didalamnya akibat distrosi dan overlapping pulsa sinar menjadi berkurang. Inilah yang menyebabkan single mode serat optik menjadi lebih stabil, cepat dan jauh jangkauannya.

 b. Multi mode

serat optik Multi mode serat optik merupakan teknologi transmisi data melalui media serat optik dengan menggunakan beberapa buah indeks cahaya di dalamnya. Cahaya yang dibawanya tersebut akan mengalami pemantulan berkali-kali hingga sampai ditujuan akhirnya. Banyaknya mode yang dapat dihasilkan oleh teknologi ini bergantung dari besar kecilnya ukuran inti serat dan sebuah parameter yang diberi nama Numerical Aparture (NA) (Yuhardian,2006).

Sistem Kerja Mikroskop

Mikroskop dirancang untuk melihat benda yang kecil pada jarak dekat. Benda
yang akan diamati diletakan diluar titik fokus objektif seperti pada Gambar 17. Berkas
cahaya dari benda dibiaskan oleh lensa objektif sehingga menghasilkan bayangan
yang bersifat nyata, terbalik dan diperbesar. Bayangan yang terbentuk akibat
pembiasan oleh lensa objektif ini menjadi benda untuk lensa okuler. Dalam hal ini
lensa okuler berfungsi sebagai lensa pembesar, membentuk bayangan yang bersifat
maya tegak dan diperbesar. Karena benda yang digunakan adalah bayangan yang
dihasilkan oleh lensa objektif yang bersifat terbalik. Maka hasil akhir bayangan yang
terbentuk bersifat maya, terbalik, dan diperbesar.

Dalam sistem kerja mikroskop, perbesaran total mikroskop merupakan hasil
kali perbesaran yang dihasilkan oleh kedua lensa. Secara matematis hal ini dinyatakan
dalam persamaan berikut.
M = Mob x Mok
Keterangan :
M : Perbesaran total pada mikroskop
MOB : Perbesaran dari lensa objektif
MOK : Perbesaran dari lensa okuler

Tinjauan Beberapa Kasus Pengamatan
1. Pengamatan Mikroskop Tanpa Akomodasi
Agar mata pengamat dalam menggunakan mikroskop tidak berakomodasi,
maka lensa okuler harus diatur atau digeser supaya bayangan yang diambil oleh
lensa objektif tepat jatuh pada fokus lensa okuler sehingga bayangan yang
dibentuk oleh lensa okuler berada di tak hingga.

Mikroskop

Fungsi Mikroskop
Secara bahasa mikroskop berasal dari bahasa latin, yakni micro yang berarti
kecil dan spocopium yang berarti pengelihatan. Kata mikroskop juga bersal dari bahasa
Yunani yaitu micron yang artinya kecil dan scropos yang artinya melihat atau tujuan.
Maka secara sederhana, mikroskop merupakan alat optik yang digunakan untuk melihat
benda-benda yang sangat kecil agar tampak lebih jelas dan besar.
Penemuan mikroskop berkaitan erat dengan penelitian pada bidang
mikrobiologi. Orang pertama yang dapat melihat mikroorganisme adalah seorang
pembuat mikroskop amatir berkebangsaan Jerman yaitu Antoni Van Leeuwenhoek
(1632-1723), menggunakan mikroskop dengan konstruksi yang sederhana.

Komponen Penyusun Mikroskop
Dalam bentuknya yang paling sederhana, mikroskop terdiri atas dua lensa cembung,
yakni:
1. Lensa objektif adalah lensa cembung yang dekat dengan benda. Benda yang akan
diamati diletakan diluar fokus lensa objektif, yakni antara titik f dan 2f lensa
objektif (fOB<SOB<2FOB). Lensa ini berfungsi membentuk bayangan nyata, terbalik
dan di perbesar. Di mana lensa ini di atur oleh revolver untuk menentukan
perbesaran lensa objektif.
2. Lensa okuler adalah lensa cembung yang dekat dengan mata. Jarak fokus lensa okuler lebih panjang dari pada fikus lensa objektif. Lensa ini digunakan sebagai kaca pembesar sederhana untuk melihat untuk melihat bayangan yang dibentuk oleh lensa objektifnya, sehingga memungkinkan benda (bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif) dapat dibawa lebih dekat kemata hingga lebih dekat dari titik dekatnya. Karena bayangan yang dihasilkan oleh lensa ini bersifat maya dan tegak, maka bayangan akhir yang dihasilkan oleh kedua lensa akan bersifat maya, terbalik dan diperbesar.
Adapun bagian lain yang biasanya terdapat dalam mikroskop adalah:
1. Tabung Mikroskop (tubus), tabung ini berfungsi untuk mengatur fokus dan menghubungan lensa objektif dengan lensa okuler.
2. Makrometer (pemutar kasar), berfungsi untuk menaik turunkan tabung mikroskop secara cepat.
3. Mikrometer (pemutar halus), berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan mikroskop secara lambat, dan bentuknya lebih kecil daripada makrometer.
4. Revolver, berfungsi untuk mengatur perbesaran lensa objektif dengan cara memutarnya.
5. Reflektor, terdiri dari dua jenis cermin yaitu cermin datar dan cermin cekung. reflektor ini berfungsi untuk memantulkan cahaya dari cermin ke meja objek melalui lubang yang terdapat di meja objek dan menuju mata pengamat. cermin datar digunakan ketika cahaya yang di butuhkan terpenuhi, sedangkan jika kurang cahaya maka menggunakan cermin cekung karena berfungsi untuk mengumpulkan cahaya.
6. Diafragma, berfungsi untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk.
7. Kondensor, berfungsi untuk mengumpulkan cahaya yang masuk, alat ini dapat putar dan di naik turunkan.
8. Meja Mikroskop, berfungsi sebagai tempat meletakkan objek yang akan di amati.
9. Penjepit Kaca, berfungsi untuk menjepit kaca yang melapisi objek agar tidak mudah bergeser.
10. Lengan Mikroskop, berfungsi sebagai pegangang pada mikroskop.
11. Kaki Mikroskop, berfungsi untuk menyangga atau menopang mikroskop.
12. Sendi Inklinasi (pengatur sudut), untuk mengatur sudut atau tegaknya mikroskop.

Sistem Kerja Lensa Pembesar

Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita menginginkan banyak detil dari benda kecil yang kita lihat, namun kemampuan mata normal tidak mampu untuk menjangkaunya. Besar dan banyaknya detil dari benda yang kita lihat, bergantung dari ukuran bayangan yang dibentuk pada retina. Ukuran bayangan pada retina ini bergantung pada sudut yang dibentuk oleh benda pada mata. Sebagai contoh, sebuah pensil yang dipegang pada jarak 30 cm dari mata tampak dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pensil yang dipegang pada jarak 60 cm. Hal ini terjadi karena pada kasus pensil yang dipegang pada jarak 30 cm, sedut yang dibentuk oleh benda pada mata dua kali lebih besar dari pada besar sudut yang dibentuk pada posisi pensil 60 cm dari depan mata (Gambar 12.a dan 12.b). Dengan kata lain, untuk mendapatkan detil benda yang lebih banyak, dapat dilakukan dengan mendekatkan benda tersebut kemata agar terbentuk sudut yang lebih besar. Akan tetapi, terdapat keterbatasan dimana mata normal manusia hanya dapat berakomodasi maksimum pada titik dekatnya, yakni sekitar 25 cm. Maka digunakanlah lensa pembesar untuk mengatasi keterbatasan tersebut.

Dengan menggunakan lensa pembesar, ukuran semua benda dapat diperbesar untuk memungkinkan benda dibawa lebih dekat kemata dan dengan demikian akan memperbesar ukuran bayangan pada retina. Bayangan yang dihasilkan oleh lensa pembesar bersifat maya, tegak dan diperbesar.
Pada Gambar 12.a, benda dilihat pada titik dekat mata normal tanpa menggunakan bantuan lensa pembesar. Sedangkan pada Gambar 12.b, benda dilihat pada titik fokus atau sebelah dalamnya. Kemudian lensa konvergen membentuk bayangan maya, yang paling tidak harus berada 25 cm dari mata agar mata terfokus padanya. Jika dilakukan sebuah perbandingan antara keadaan pada Gambar 13.a dan 13.b, maka akan terlihat bahwa sudut yang dibuat benda pada mata jauh lebih besar
ketika menggunakan lensa pembesar.

Sistem Kerja Proyektor


Proses kerja proyektor diawali dengan cahaya yang masuk dari sumber cahaya melewati film. Sumber cahaya tersebut berasal dari bola lampu pijar pada proyektor. Cahaya yang masuk melewati film itu dhkan oleh lensa kondensor sehingga kebanyakan cahaya itu memasuki lensa proyeksi. Kemudian cahaya itu juga dikumpulkan oleh cermin cekung dan dipantulkan pada lensa proyeksi lebih kuat, Kemudian lensa proyeksi akan mengumpulkan cahaya pada layar untuk membentuk bayangan tajam, bayangan yang dibentuk adalah nyata, terbalik dan diperbesar dari film pada layar. lensa kondensor yang. Proyeksi ukuran bayangan yang dibentuk pada layar ditentukan oleh posisi dan pemfokusan dari lensa proyeksi tersebut.
Proyektor dibedakan menjadi dua, yaitu Diaskop dan Episkop. Diaskop adalah alat untuk memproyeksikan bayangan nyata dari sebuah gambar diapositif. Sedangkan Episkop adalah proyektor untuk memproyeksikan gambar-gambar tidak tembus cahaya. dengan sifat bayangan tegak diperbesar. Episkop biasanya digunakan oleh seniman lukis untuk mereproduksikan lukisan, misalnya untuk membuat gambar pada billboard atau papan reklame. Gambar yang akan diproyeksikan, misalnya sebuah foto diletakkan di meja objek, kemudian seberkas cahaya yang berasal dari dua buah lampu L1 dan L2 dipantulkan oleh gambar itu. Seterusnya, cahaya tersebut ditangkap dan dipantulkan oleh cermin datar ke lensa proyektor. akhirnya, terbentuk bayangan sejati dan diperbesar pada layar.
Salah satu bagian dari diaskop adalah proyektor OHP. Proyektor OHP biasanya digunakan dalam ruang kelas untuk menghasilkan bayangan tegak berdiri pada sebuah layar proyeksi. Prinsip kerjanya sama dengan proyektor biasa akan tetapin setelah cahaya meninggalkan lensa proyeksi terdapat cermin datar miring yang memantulkan dan membalikan bayangan yang terbalik sehingga menjadi tegak pada layar. Pada OHP cahaya dari lampu itu diarahkan juga oleh potongan plastic jernih yang tembus cahaya(biasanya lensa Fresnel) menuju lensa proyeksi.

Fungsi dan Komponen Proyektor

Proyektor adalah alat yang digunakan untuk menghasilkan suatu bayangan yang lebih besar dari objek aslinya pada layar. Objek tersebut berupa gambar dan tulisan. Bagian-bagian dari proyektor yakni cermin cekung, lensa cembung, lensa plankonveks, dan lensa proyektor lampu.

Penjelasan mengenai bagian – bagian proyektor sebagai berikut:
a. Lampu proyektor merupakan bagian utama. Lampu itu sangat kuat memancarkan cahaya.
b. Film adalah rekaman bayangan yang akan diproyeksikan
c. Cermin cekung, ditempatkan disebelah lampu berfungsi untuk mengumpulkan cahaya agar daya pancar sinar proyektor lebih kuat terkumpul pada slide.
d. Lensa kondensor, ditempatkan antara lampu dan film berfungsi untuk mengarahkan cahaya dari sumber agar memasuki lensa proyeksi.
e. Lensa proyeksi, ditempatkan paling luar dan menuju layar proyeksi. Lensa proyeksi merupakan lensa cembung yang berfungsi sebagai pembalik untuk memperoleh bayangan pada layar dari slide yang dipasang terbalik.
f. Slide adalah benda yang diproyeksikan

Sistem Kerja Kamera

Proses kerja kamera diawali dengan seberkas cahaya masuk dari benda luar dalam bumi pandangan yang difokuskan oleh lensa cembung ke dalam bidang film. Dalam proses pemfokusan, lensa itu digerakan lebih dekat ke film untuk sebuah benda yang jauh dan lensa itu digerakan lebih jauh dari film untuk sebuah benda yang dekat. Ini berarti pemfokusan pada kamera dilakukan dengan mengubah – ngubah jarak bayangan sesuai dengan jarak benda yang difoto. Hal tersebut dilakukan dengan cara memutarkan lensa dalam sebuah bantalan yang bergalur. Pengaplikasiannya dapat menggunakan persamaan fokus biasa yaitu 1/𝑓=1/𝑠+1/𝑠’. dengan f = fokus lensa, s = jarak benda, dan s’ = jarak bayangan.
Untuk menentukan panjang fokus suatu lensa kamera bergantung pada ukuran film dan sudut pandang yang diinginkan. perhatikan ketiga gambar ini:
Ketiga gambar diatas diambil oleh sebuah kamera pada film dengan posisi yang sama tetapi dengan lensa lensa yang berbeda. Pada gambar a, kamera menggunakan lensa yang memiliki panjang fokus kecil (28mm) sehingga memberikan bayangan yang kecil karena sudut pandang yang diberikannya lebar. Pada gambar c, kamera menggunakan Lensa yang memiliki panjang fokus panjang (300mm) sehingga lensa itu akan memberikan sudut pandang kecil dan bayangan benda menjadi besar dari posisi benda yang jauh. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar panjang fokus yang digunakan maka sudut pandangnya akan semakin kecil sehingga menghasilkan bayangan yang lebar dan tingginya lebih besar dari obyek sebenarnya. Hal ini berarti tedapat perbesaran yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya yang mengemukakan bahwa rasio dan tinggi bayangan y’ terhadap y sama dengan nilai mutlak dari rasio jarak bayangan s’ terhadap jarak benda. Perbesaran nya didefinisikan sebagai berikut.
M = y'/y = - s'/s..................(1)
Kamera dengan lensa yang memiliki panjang fokus yang panjang disebut lensa telefoto, misalnya dengan panjang fokus 200mm akan memberikan pembesaran kira-kira 4 kali lensa biasa yang memiliki panjang fokus 50mm. sedangkan kamera yang memiliki lensa yang dapat menutup film kira-kira sama dengan bumi pandangan normal disebut lensa normal. Serta kamera yang memiliki lensa dengan panjang fokus lebih pendek dinamakan lensa sudut lebar.
Pada gambar di atas menggunakan ukuran film 35mm, ukuran film yang lebih besar akan menambah sudut pandang kamera tersebut. Untuk jenis film tertentu terdapat jumlah optimum cahaya yang dapat memberikan kekontrasan yang baik. Jumlah cahaya untuk memberikan kontras biasanya dikaitkan dengan kecepatan film yang dinilai dengan bilangan ASA. Semakin tinggi bilangan ASA nya maka semakin cepat film tersebut dan semakin sedikit jumlah cahaya yang dibutuhkan. Kamera dengan film berkecepatan tinggi biasanya terjadi penurunan mutu gambar, karena untuk di luar ruangan memiliki cahaya yang banyak sehingga lebih bagus kualitasnya jika menggunakan film berkecepatan yang lebih rendah asal kecepatan penutup shuter dibatasi. Penutup shuter adalah bagian kamera yang berfungsi untuk mengontrol jumlah cahaya yang mengenai film, hal tersebut dilakukan agar film dapat merekam bayangan dengan sempurna. Penutup shuter itu digunakan dalam mengatur besarnya energi cahaya per satuan luas yang mencapai film, Biasanya memberikan kecepatan 1 detik atau beberapa untuk fotografi cahaya redup dan sampai 1/1000 detik untuk fotografi yang dengan cahaya tinggi. Jumlah cahaya yang menapai film tersebut sebanding dengan luas yang dilihat oleh lensa kamera dan sebanding dengan luas efektif dari lensa tersebut. ukuran luas yang dilihat tersebut yaitu sebanding dengan 1/f2 dan luas efektif lensa tersebut dikontrol dengan bantuan sebuah celah lensa yang dapat diatur (diafragma dengan diameter D). maka luas efektif dari lensa itu adalah D2, sehingga jumlah cahaya yang mencapai film sebanding dengan D2/f2. dari sini terdapat hubungan antara panjang fokus dengan diameter bukaan yang dinyatakan dalam f/D oleh fotografer yang merupakan kemampuan cahaya dari sebuah lensa.

Kamera

1. Kamera
Fungsi Kamera
Kamera adalah salah satu alat yang digunakan manusia untuk merekam suatu kejadian atau peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat berbagai jenis kamera yang memiliki kelebihan masing-masing. Kamera video dipakai dalam pengambilan gambar untuk siaran televisi atau pembuatan film. Kamera elektronik (autofokus) lebih mudah dipakai karena tanpa pengaturan lensa. Dewasa ini sudah ada kamera digital yang data gambarnya tidak perlu melalui proses pencetakan melainkan dapat dilihat atau diolah melalui komputer.
Pada awalnya kamera dirancang oleh Mande Daguerre yaitu seorang seniman dari prancis. Dia merancang “diograma” yang merupakan barisan lukisan yang dipertunjukan dengan bantuan efek cahaya, yang sekarang disebut kamera. Tingkat pertama perancangan kamera yang dilakukannya tidak berhasil. Kemudian ia bertemu dengan Joseph Nicephore dan menjelang tahun 1873 dia berhasil mengembangkan sistem praktis fotografi yang disebutnya “daguerreotype” yang sudah dipakai pada saat itu. Sistem kamera daguerre tersebut kemudian dikembangkan oleh penyempurna selanjutnya sehingga kamera yang digunakan di jaman sekarang sudah begitu canggih dan modern.
Komponen Kamera
Bagian-bagian penting dari kamera dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Keterangan :
a. Lensa cembung (elements of lens) yaitu bagian kamera yang berfungsi untuk membentuk bayangan dari benda yang difoto.
b. Diafragma yang dikontrol celah (Aperture-controldiaphragm) yaitu bagian kamera yang berfungsi untuk membuat sebuah celah atau lubang yang dapat diatur luasnya.
c. Penutup (shutter) yaitu bagian kamera yang berfungsi sebagai jalan cahaya yang menuju ke pelat film.
d. Bayangan nyata (real image) merupakan bayangan yang dihasilkan yang bersifat nyata dan terbalik menumbuk film.
e. Film yang dibukakan (CCD array) yaitu bagian kamera yang berfungsi sebagai perekam bayangan.

KRISTAL FOTONIK

Kristal fotonik (photonic crystal, PhC) atau material photonic bandgap (PBG) adalah struktur periodik dari material dielektrik dengan permitivitas (e) atau indeks boas (n) yang berbeda, sehingga dapat menghambat perambatan gelombang dengan frekuensi dan arah tertentu. Periodisitas dapat berupa satu, dua dan tiga dimensi, sehingga PhC disebut kristal fotonik 1D, 2D dan 3D, seperti ditunjukkan pada Gb. 7.1. PhC pertama kali diusulkan oleh Sajeev John dan Eli Yablonovitch pada tahun 1987 yang bertujuan untuk merancang suatu material yang dapat mempengaruhi sifat-sifat foton seperti halnya kristal semikonduktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat elektron.

Jika gelombang elektromagnetik menjalar ke dalam struktur PhC, maka ia akan dihamburkan akibat perbedaan indeks bias di dalam struktur. Jika panjang gelombang jauh lebih besar daripada konstanta kisi dari PhC, struktur berperilaku seperti suatu medium efektif, namun jika panjang gelombang sebanding atau lebih kecil daripada konstanta kisi PhC, maka akan terjadi refleksi Bragg, sehingga membentuk PBG. pada setiap bidang batas dua material dielektrik yang berbeda. Proses pembentukan PBG digambarkan oleh persamaan Maxwell yang akan menghasilkan nilai eigen seperi halnya pada persamaan Schroedinger pada kasus elektron. Solusi persamaan tersebut disebut dengan persamaan dispersi, dimana nilai eigen untuk vektor-gelombang tertentu berkaitan dengan energi elektromagnetik dan fungsi eigennya disebut moda/modus. Jika tidak ada moda pada rentang spektra tertentu, maka disebut photonic bandgap (PBG). Suatu PBG dapat berupa stop gap, bandgap atau bandgap sempurna. Stop gap berkaitan dengan tidak adanya moda fotonik dalam suatu frekuensi tertentu untuk satu arah tertentu. Bandgap adalah tidak adanya modus fotonik dalam suatu rentang frekuensi tertentu untuk segala arah tetapi hanya satu polarisasi saja, yang hanya ada pada PhC 2D. Sedangkan bandgap sempurna berarti tidak ada moda dalam semua arah dan polarisasi.

Divais Bistable Optics

Dalam sistem elektronik digital (komputer digital) mengandung sejumlah besar elemen-elemen dasar : switching, gerbang dan elemen-elemen memori (flip-flops). Dalam bagian ini akan dibahas divasi bistable optics yang dapat digunakan untuk gerbang-gerbang optik dan flip-flops. Sistem bistabil memiliki output dalam dua harga yang stabil, berapapun input yang diberikan, seperti tampak pada Gb. 6.16. Switching antara dua harga tersebut diperoleh dengan perubahaan sesaat dari input.

Sistem ini dapat dioperasikan untuk input yang kecil, maka outputnya kecil ; input besar maka output juga besar. Jika nilai input melebihi nilai kritis (v2), maka output loncat dari rendah ke tinggi. Jika input diperkecil sehingga melewati nilai kritis yang lain (v1, dimana v1 < v2), maka output loncat dari tinggi ke rendah. Hubungan ini disebut dengan kuva histeresis.
 Nilai input antara v1 dan v2 ; nilai output bisa rendah atau tinggi bergantung pada histori dari input. Dalam daerah ini sistem berperilaku seperti sebuah seesaw. Jika output rendah, input positif yang besar menyebabkan flip output ke tinggi dan jika input negatif yang besar menyebabkan flops ke output yang rendah (Gambar 6.17). Berikut ini beberapa contoh pemakaian kurva bistabilitas optik untuk berbagai divais, seperti gerbang logika AND, penguat sinyal (amplifier) dan optical limiter atau optical pulse shaper. 1. Gerbang logika AND Prinsip kerja gerbang logika AND ditunjukkan pada Gb. 7.18, dimana input berharga 1 jika kedua input juga berga satu, sisanya nol (0).

Efek-efek optik nonlinier

Dalam all-optical switching (optik-optik), switching dilakukan oleh cahaya sehingga cahaya mengontrol cahaya dengan bantuan bahan optik nonlinier. Efek-efek optik nonlinier bersifat langsung dan tidak langsung. Efek langsung terjadi pada tingkatan atom atau molekul akibat kehadiran cahaya yang merubah suseptibilitas atom atau laju absorpsi atom dari medium. Contoh dari efek langsung adalah : 1. Efek Kerr (indeks bias berubah terhadap intensitas cahaya) n(I) n n I = 0 ± 2 dimana n0 adalah indeks bias linier, n2 adalah indeks bias nonlinier dan I adalah intensitas cahaya. Tanda plus dan minus mengandung arti bahwa nilai n2 bisa positif atau negatif bergantung pada bahan dan panjang gelombang cahaya. 2. Saturable absorption (koefisien absorpsi berubah terhadap intensitas cahaya) (I) I α = α0 ± α2 dimana α0 adalah indeks bias linier, α2 adalah indeks bias nonlinier dan I adalah intensitas cahaya. Tanda plus dan minus mengandung arti bahwa nilai α2 bisa positif atau negatif bergantung pada bahan dan panjang gelombang cahaya.
Efek optik nonlinier tidak langsung meliputi suatu proses, dimana cahaya menimbulkan muatan listrik atau medan listrik yang memodifikasi sifat-sifat optik medium: (a). Material fotorefraktif : absorpsi cahaya yang tak seragam menimbulkan muatanmuatan berdifusi menjauhi daerah yang memiliki konsentrasi tinggi dan terjebak dimana-mana, sehingga membentuk medan listrik yang memodifikasi sifat-sifat optik medium. (b). Optically-addressed liquid crystal saptial light modulator : cahaya diserap oleh lapisan fotokonduktif dan menimbulkan muatan-muatan listrik (medan listrik) yang memodifikasi orientasi molekul sehingga indeks bias material berubah. Dengan demikian transmisi cahaya dikontrol dengan cahaya. Efek-efek optik nonlinier (langsung dan tidak langsung) dapat digunakan untuk membuat all-optical switching. (1). Material yang memiliki efek Kerr, digunakan untuk modulasi intensitas ditempatkan didalam salah satu lengan interferometer sehingga dapat mengontrol transmitansi interferometer (ON dan OFF).
(2). Retardasi, yaitu suatu divais dimana material nonlinier anisotropi diletakkan diantara dua polarisator. Contoh divais ini adalah fiber optik nonlinier dan anisotropi yang digunakan untuk all-optical switch (Gambar 6.11). Kontrol cahaya ke dalam fiber mengakibatkan kelambatan fasa (retardasi) sebesar π, sehingga polarisasi input berubah sebesar 900 . Dengan demikian ouptput berbeda polarisasinya dengan input sebesar 900 . Jika kontrol cahaya ditiadakan, maka didalam fiber tidak terjadi kelambatan fasa, sehingga output dan input sefasa. Filter digunakan untuk memfilter cahaya/sinyal yang berbeda panjang gelombang.
(3). Suatu array switching menggunakan Optically-addressed liquid crystal spatial light modulator seperti tampak pada Gb. 6.12 . Kontrol cahaya merubah medan listrik didalam lapisan material liquid crystal sehingga merubah reflektansi/transmitansi. Titik-titik dalam permukaan liquid crystals memiliki relektansi yang berbeda dan bertindak sebagai switching independen yang dikontrol dengan cahaya input. Divais ini dapat mengakomodasi switching yang besar namun kecepatannya rendah.
(4). Directional coupler : Indeks bias dapat dipilih sedemikian rupa sehingga input yang rendah dapat berpindah ke channel waveguide yang lain, sedangkan input yang tinggi dapat bertahan dalam channel waveguide yang sama. Indeks bias yang dapat diatur adalah material optik nonlinier (efek Kerr).

Switching Opto-Mechanik

Switching opto-mekanik menggunakan cermin-cermin yang bergerak (berputar atau berganti), prisma atau grating holografis untuk mendefleksikan (membelokkan) cahaya. Elemen pizoelektrik dapat digunakan sebagai switching berkecepatan tinggi atau tetesan dari air-raksa di dalam sel (tabung) yang bergerak dapat digunakan sebagai cermin yang berputar. Suatu serat optik dapat dihubungkan dengan sejumlah serat optik lainnya dengan memutar fiber input secara mekanik sehingga sejajar/sesuai dengan serat optik yang dipilih, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 6.3. Keterbatasan utama dari switching opto-mekanik adalah kecepatan switching yang rendah (dalam orde mili-detik). Keuntungannya adalah insertion loss dan crosstalk yang rendah.

Contoh lain dari penggunaan sistem switching elektro-mekanik adalah suatu fiber optik yang dihubungkan dengan sejumlah fiber optik yang lain secara mekanik dengan cara menggerakkan fiber input sejajar dengan fiber output, seperti ditunjukkan pada Gb. 6.4.

Switching

Switching adalah suatu divais untuk membuat dan memutuskan kontak diantara lintasan-lintasan transmisi dalam sistem komunikasi atau pengolahan sinyal. Beberapa contoh sederhana dari elemen switching ditunjukkan pada Gb. 6.1. Unit kontrol berfungsi untuk memproses perintah untuk koneksi dan mengirimkan suatu kontrol sinyal untuk mengoperasikan switching sesuai dengan yang dikehendaki.

Suatu piranti switching dicirikan oleh parameter-paramater berikut:
(a) Ukuran (jumlah saluran input dan output) dan arah (apakah data dapat ditransfer kedalam satu atau dua arah).
(b) Waktu switching (waktu yang diperlukan untuk merubah dari kondisi ON ke kondisi OFF atau sebaliknya)
(c) Waktu tunda (delay time) perambatan (waktu yang diperlukan sinyal untuk melewati piranti switching)
(d) Throughput (laju transmisi data yang dapat dialirkan melalui piranti jika ia dihubungkan)
(e) Energi switching (energi yang diperlukan untuk mengaktifkan dan menonaktifkan switching)
(f) Disipasi daya (energi yang hilang per detik didalam proses switching)
(g) Insertion loss (daya sinyal yang berkurang/drop akibat adanya sambungan)
(h) Crosstalk (kebocoran daya ke jalur yang lain)
(i) Dimensi fisik (ukuran fisik dari piranti)

Switching elektronik adalah suatu piranti yang digunakan dalam sinyal elektronik. Ia dikontrol oleh electro-mechanical (relay) atau secara elektronik (rangkaian logika). Material yang digunakan sebagai bahan sinyal elektronik umumnya bahan semikonduktor. Berikut beberapa karakteristik dari switching elektronik : • Minimum switching time : 10 – 20 ps • Minimum energy per operation = 10 – 20 fJ • Minimum switching power ≈ 1 mW • Piranti Josephson dapat beroperasi pada energi yang rendah ( 10 aJ), switching time 1,5 ps. Pada prinsipnya sinyal optik dapat diswitch dengan menggunakan switching elektronik, dimana sinyal optik dikonversi ke dalam sinyal elektronik dengan fotodetektor, kemudian diswitch secara elektronik dan dikonversi kembali ke dalam sinyal optik dengan LED atau laser, seperti ditunjukkan pada Gb. 6.2. Akibat proses konversi time delays menjadi lama dan terjadi disipasi daya (power loss).

Soliton

Jika pulsa cahaya merambat dalam suatu medium dispersif, maka bentuk pulsa akan berubah secara kontinu, karena komponen-komponen frekuensi merambat dengan kecepatan group yang berbeda dan time delay yang berbeda pula [lihat Gb. (5.15)]. Bila mediumnya adalah medium optik nonlinier, efek self-phase modulation (n2 > 0, efek Kerr, dibahas terpisah dalam kuliah Optik Nonlinier) akan merubah fasa dan frekuensi yang mempunyai intensitas lemah dengan jumlah yang tak sama. Akibat dari dispersi kecepatan group, bagian pulsa akan merambat dengan kecepatan group yang berbeda sehingga bentuk pulsa akan berubah. Kombinasi self-phase modulation dan dispersi kecepatan group akan menghasilkan pelebaran pulsa secara keseluruhan atau kompresi pulsa, bergantung pada besar dan tanda (signs) dari kedua efek tersebut.

Pelebaran pulsa pendek dalam medium linier dengan dispersi anomali; panjang gelombang pendek dari komponen B mempunyai kecepatan group yang lebih besar, karenanya menjalar lebih cepat dibandingkan dengan panjang gelombang yang lebih panjang dari komponen R. (b). Dalam medium nonlinier, self-phase modulation (n2 > 0), mengakibatkan pergeseran frekuensi negatif dalam pulsa R dan pergeseran frekuensi positif dalam pulsa B, sehingga pulsa berbentuk chirped tetapi bentuk pulsanya tak berubah. Jika pulsa chirped menjalar dalam medium linier, maka pulsa akan dikompres. Namun jika mediumnya adalah medium nonlinier dispersif (c), maka pulsa akan dikompres, diperlebar atau dijaga konstan (soliton) bergantung pada besar dan tanda dari dispersi dan efek nonlinier medium.
 Pada kondisi tertentu, suatu pulsa optik dapat merambat dalam medium nonlinier dispersif tanpa adanya perubahan bentuk pulsa. Hal ini terjadi bila dispersi kecepatan group dikompensasi sepenuhnya oleh efek self-phase modulation. Pulsa tersebut dinamakan sebagai solitary waves. Soliton adalah bentuk solitary wave khusus yang ortogonal, dimana bila kedua pulsa saling bertemu dalam suatu medium, profil intensitas pulsa tidak berubah sehingga masing-masing pulsa akan merambat secara kontinu tanpa saling berinteraksi satu sama lain (independen). Variasi dispersi kecepatan group dan self-phase modulation dapat dipahami dari intensitas pulsa I(z,t) dan frekuensi ω0 yang merambat dalam arah-z pada medium nonlinier dengan indeks bias n = n0 + n2I(z,t). Bila pulsa merambat dengan jarak ∆z, maka ia mengalami pergeseran fasa sebesar k0[n0 + n2I(z,t)]∆z.

Hamburan dan Efek-efek Ekstrinsik

1. Hamburan

 Hamburan Rayleigh adalah efek intrinsik lain yang berperan pada atenuasi cahaya dalam serat optik/gelas. Posisi molekul-molekul dalam gelas yang bervariasi mengakibatkan indeks bias yang tak homogen, sehingga bertindak sebagai sumber hamburan. Intensitas hamburan sebanding dengan 4 ω atau 4 1 λ , sehingga panjang gelombang yang pendek akan terhambur lebih banyak dibandingkan dengan panjang gelombang yang panjang. Karenanya cahaya biru lebih banyak dihambur dibandingkan dengan cahaya merah (efek yang sama dengan hamburan cahaya matahari dari molekul atmosfir bumi yang tipis, yang merupakan alasan langit tak 90 berawan tampak berwarna biru). Dalam daerah cahaya tampak, hamburan Rayleigh lebih signifikan daripada pita absorpsi ultraviolet, tetapi pada daerah infra merah (~ 1,6 µm) dapat diabaikan.

2. Efek-efek Ekstrinsik

Pita-pita absorpsi ekstrinsik diakibatkan oleh impuritas-impuritas, terutama oleh vibrasi-vibrasi OH yang berkaitan dengan uap air dalam gelas dan impuritas ion-ion logam. Kemajuan teknologi fabrikasi gelas saat ini telah memungkinkan untuk membuang impuritas ion logam, namun impuritas OH sulit untuk dihilangkan. Panjang gelombang dimana gelas fiber digunakan untuk komunikasi optik dipilih untuk menghindari pita-pita absorpsi ini. Koefisien atenuasi dari cahaya yang terpandu dalam serat optik bergantung pada absorpsi dan hamburan pada core dan cladding. Karena masing-masing modus mempunyai kedalaman penetrasi (penetration depth) ke dalam cladding yang berbeda, koefisien atenuasi juga bergantung pada modus. Umumnya koefisien atenuasi lebih tinggi untuk modus-modus lebih tinggi. Serat optik modus tunggal mempunyai koefisien atenuasi yang lebih kecil dibandingkan dengan serat optik modus banyak (multimode fibers). Losses juga diakibatkan oleh variasi dari geometri fiber dan pada lengkungan (bends).

Kopling antara Pandu Gelombang

Bila dua pandu gelombang terpisah oleh jarak yang cukup dekat, dimana medan-medannya overlap satu sama lain, cahaya dapat dikopel dari satu pandu gelombang ke pandu gelombang yang lain. Daya optik yang ditransfer dapat digunakan untuk membuat kopler dan saklar optik. Pandang dua buah pandu gelombang planar sejajar dengan lebar d yang terpisah oleh jarak 2a dan indeks bias n1 dan n2, seperti yang diilustrasikan dalam Gb. 4.18. Diasumsikan bahwa masing-masing pandu gelombang memiliki modus tunggal.

Perambatan cahaya dalam struktur ini dipelajari dengan persamaan-persamaan Maxwell pada daerah-daerah yang berbeda dan menggunakan syarat batas untuk menentukan modus-modus sistem secara keseluruhan. Untuk kopling yang lemah, cukup dengan menggunakan teori modus yang terkopel (coupled modus theory). Teori modus terkopel berasumsi bahwa modus masing-masing pandu gelombang, katakanlah: u (y) exp( i z) 1 − β dan u (y) exp(i z) 2 β . Kopling akan memodifikasi amplitudo modus-modus tersebut tanpa mempengaruhi distribusi transversal ruang atau konstanta perambatannya. Karenanya amplitudo-amplitudo modus pandu gelombang-1 dan -2 adalah fungsi dari z: A1(z) dan A2(z). Teori modus terkopel ini bertujuan untuk menentukan A1(z) dan A2(z) pada kondisi batas yang sesuai. Kopling dapat dianggap sebagai efek hamburan. Medan dari pandu gelombang- 1 terhambur dari pandu gelombang-2, membentuk suatu sumber cahaya yang akan merubah amplituto medan dalam pandu gelombang-2. Amplitudo-amplitudo A1(z) dan A2(z) diungkapkan oleh persamaan diferensial orde-pertama.
Dengan asumsi bahwa amplitudo cahaya yang masuk ke dalam pandu gelombang-1 adalah A1(0) dan tak ada cahaya yang masuk ke dalam pandu gelombang- 2 A2(0) = 0.
Daya ini akan saling berpindah secara periodik antara dua pandu gelombang, sebagaimana diilustrasikan dalam Gb. 4.19. Periodanya adalah 2π/γ. Kekekalan daya memerlukan ρ12 = ρ21 = ρ.

Prisma Kopler

Cahaya dapat dikopel ke dalam dan ke luar dari suatu pandu gelombang dengan menggunakan prisma. Suatu prisma dengan indeks bias np > n2 diletakkan pada suatu jarak dp dari pandu gelombang dengan indeks bias n1 dan n2 seperti diilustrasikan dalam Gb. 4.17.

Suatu gelombang optik datang pada prisma sedemikian rupa sehingga mengalami pemantulan sempurna di dalam prisma dengan sudut θp. Gelombanggelombang cahaya datang dan yang terpantul membentuk suatu gelombang menjalar dalam arah-z dengan konstanta perambatan: p p 0 p β = n k cos θ (4.42) Distribusi medan transversal akan melebar keluar prisma dan meluruh secara eksponensial di dalam ruang antara prisma dan slab pandu gelombang. Bila jarak dp cukup kecil, gelombang akan dikopel menjadi suatu modus pandu gelombang dengan konstanta perambatan βm ≈ βp . Bila daya dapat dikopel ke dalam pandu gelombang melalui prisma, maka prisma bertindak sebagai input kopler. Output kopler bekerja sebaliknya yaitu mengeluarkan cahaya dari pandu gelombang ke udara.

Input Kopler

Cahaya dapat dikopel secara langsung ke dalam suatu pandu gelombang dengan pemfokusan cahaya pada salah satu ujung pandu gelombang (Gb. 4.16). Untuk mengeksitasi suatu modus tertentu, distribusi transversal dari cahaya datang s(y) harus sesuai (match) dengan modus tersebut. Polarisasi dari cahaya datang juga harus sesuai dengan modus itu. Karena dimensi dari pandu gelombang papah (slab) sangat kecil, maka pemfokusan dan penyearahan biasanya sangat sulit dan tidak efisien.

Cahaya dapat dikopling kedalam pandu gelombang dengan memfokuskannya secara langsung pada salah satu ujungnya. Untuk mengeksitasi modus yang diberikan, distribusi transversal dari cahaya datang s(y) harus sesuai (match) dengan modus tersebut. Polarisasi cahaya datang juga harus sesuai dengan modus yang diinginkan. Karena dimensi pandu gelombang kecil, maka pemfokusan dan pengaturan (alignment) biasanya sulit dan karenanya kopling menjadi tidak efisien. Dalam pandu gelombang multimode, kopling dapat ditinjau dengan pendekatan berkas-berkas optik (ray-optics).
Cahaya dapat juga dikopling dari sumber semikonduktor (LED atau dioda laser) ke dalam pandu gelombang dengan meluruskan ujung sumber tadi dan pandu gelombang dengan membuat jarak yang kecil agar kopling maksimum (lihat Gambar 4.16). Dalam LED, cahaya berasal dari sambungan semikonduktor dan dipancarkan ke segala arah. Dalam dioda laser, cahaya yang dipandarkan sendiri sudah dipandu dalam pandu gelombang. Metoda lain untuk mengkopling cahaya ke dalam suatu pandu gelombang adalah dengan menggunakan prisma, grating atau pandu gelombang yang lain.

Pandu Gelombang Planar Dielektrik

Suatu pandu gelombang planar dielektrik adalah suatu bahan dielektrik papah (slab) yang dikelilingi oleh bahan-bahan dengan indeks bias yang lebih rendah. cahaya akan dipandu ke dalam pandu gelombang dengan prinsip pemantulan sempurna (total internal reflection). Dalam piranti film tipis, papah disebut sebagai film, dan bahan bagian atas dan bawah disebut pelindung (cover) dan substrat. Bahan bagian dalam disebut core, sedangkan bagian luar disebut selubung (cladding) dari pandu gelombang. Pada Sub-bab ini, akan dibahas perambatan cahaya dalam pandu gelombang planar dielektrik simetris terbuat dari suatu papah dengan lebar d dan indeks bias n1 yang dikelilingi oleh suatu selubung dengan indeks bias yang lebih kecil n2, sebagaimana diilustrasikan dalam Gb. 4.5. Semua bahan diasumsikan tidak mempunyai koefisien absorpsi (losses).
Pandu gelombang planar dielektrik mempunyai tiga-perbedaan bila dibandingkan dengan pandu gelombang planar logam:
(a). Mempunyai sudut kritis θc untuk pemantulan sempurna. Sudut ini didefinisikan sebagai sin (n / n ) 2 1 1 c − θ = .
(b). Terdapat suatu perubahan fasa ϕr pada refleksi pada medium dengan indeks bias lebih tinggi yang berubah antara 0 dan π/2.
(c). Medan diperbolehkan untuk berpenetrasi ke dalam selubung pandu gelombang.

PANDU GELOMBANG PLANAR

Instrumen optik konvensional dapat mentransmisikan cahaya antara tempattempat yang berbeda dalam bentuk berkas-berkas (beams) yang dikolimasi, direlay, difokuskan atau discanning dengan cermin, lensa dam prisma. Teknologi untuk mentransmisikan cahaya saat ini menggunakan pandu gelombang. Pandu gelombang mempunyai peranan penting dalam teknologi komunikasi dan fabrikasi piranti-piranti optik dan optoelektronik memerlukan confinement cahaya. Konsep dasar dari confinement cahaya cukup sederhana. Suatu medium dengan indeks bias tertentu disisipkan dalam suatu medium yang mempunyai indeks bias lebih rendah, sehingga akan bertindak sebagai perangkap cahaya (trap). Pandu gelombang dapat berupa papah (slab), strip atau fiber, seperti yang diilustrasikan dalam Gb. 4.1.
Optik terintegrasi adalah teknologi terintegrasi dari berbagai piranti dan komponen optik untuk pembangkitan, pemfokusan, pemisahan, penggabungan, isolasi, polarisasi, penggandengan (coupling), switching, modulasi dan pendeteksian cahaya, dalam satu substrat tunggal (chip). Pandu gelombang digunakan sebagai sambungan antara komponen-komponen optik diatas. Tujuan dari optik terintegrasi adalah miniaturisasi optik sebagaimana halnya pada miniaturisasi elektronik dengan sirkuit terintegrasi.
Dalam optik terintegrasi, ada dua jenis pandu gelombang, yakni pandu gelombang logam dan dielektrik. Perbedaan antara kedua pandu gelobnag tersebut adalah bahwa pada batas suatu pandu gelombang logam, medan harus sama dengan nol, namun pada pandu gelombang dielektrik, medan akan berpenetrasi ke dalam selubung dengan indeks bias ang lebih rendah. Modus-modus gelombang dapat dicari dengan dua cara: dengan menyelesaikan persamaan-persamaan Maxwell atau dengan cara analisa berkas (ray tracing). 

Laser Helium-Neon

Laser helium-neon atau He:Ne merupakan laser gas mulai yang sangat penting. Lasing diperoleh dari transisi atom neon, dimana helium ditambahkan ke dalam campuran gas untuk memfasilitasi proses pumping. Laser ini dapat berosilasi pada beberapa panjang gelombang ; yang paling populer adalah λ = 633 nm (merah). Panjang gelombang lain adalah hijau (543 nm), inframerah (1150 nm dan 3390 nm). Laser He:Ne yang berosilasi pada λ = 1150 nm merupakan laser gas kontinu (cw) pertama yang dibuat. Gambar 2.6 menunjukkan tingkatan energi sistem He:Ne untuk proses lasing. Notasi S merupakan kopling Russel-Saunders, dimana keadaan 11 S adalah keadaan dimana kedua elektron He berada dalam keadaan 1s dengan spin berlawanan. Sedangkan keadaan 23 S dan 21 S berkaitan dengan satu atau dua elektron tereksitasi ke keadaan 2s dimana spin-nya dalam keadaan searah dan berlawanan arah.

Pada Gb. 2.6 menunjukkan bahwa tingkatan-tingkatan He, 23 S dan 21 S hampir resonan dengan keadaan 4s dan 5s atom Ne. Karena tingkatan-tingkatan 23 S dan 21 S adalah metastabil (transisi S → S adalah terlarang secara dipol listrik dan transisi 23 S → 21 S juga terlarang secara spin), maka atom-atom He memberikan pumping yang sangat efisien pada atom 4s dan 5s atom Ne melalui transfer energi resonan. Aksi lasing terjadi pada peluruhan dari keadaan 5s ke 4p (3390 nm), 5s ke 3p (543 nm dan 632,8 nm) dan transisi dari 4s ke 3p (1152 nm). Salah satu karakteristik penting dari laser He:Ne adalah daya output tidak meningkat secara monoton dengan arus discharge, tetapi mencapai maksimum dan kemudian berkurang.

Laser Semikonduktor

Laser semikonduktor merupakan golongan laser yang sangat penting saat ini, bukan hanya karena berbagai aplikasi secara langsung, namun juga sebagai pembangkit untuk laser zat padat. material aktif laser semikonduktor menggunakan material semikonduktor direct-gap, sehingga semikonduktor elementer seperti silikon dan germanium tidak dapat digunakan. Mayoritas bahan semikonduktor untuk laser merupakan kombinasi antara golongan IIIA pada Tabel periodik (Al, Ga, In) dan golongan IVA (N, P, As, SB), sehingga membentuk compound III-IV, seperti GaAs, InGaAsP, AlGaAs. Laser ini memiliki panjang gelombang sekitar 630 nm – 1600 nm. Baru-baru ini dikembangkan laser InDaN yang dapat memancarkan cahaya pada panjang gelombang biru (~ 400 nm). Disamping itu ada juga beberapa laser yang menggunakan kombinasi golongan II-VI (CdSe, ZnS) yang memancarkan panjang gelombang daerah hijau-biru. Prinsip kerja laser semikonduktor dapat dijelaskan dengan bantuan Gb. 2.4., yang menunjukkan pita valensi V dan pita konduksi C yang dipisahkan oleh energi gap Eg. Untuk semikonduktor non-degenerate, pita valensi terisi penuh oleh elektronelektron, sedangkan pita konduksi kosong sepenuhnya.

Sekarang anggap, beberapa elektron tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi akibat mekanisme pumping. Setelah waktu tertentu (~ 1 ps), elektron-elektron pada pita konduksi akan turun ke tingkatan energi paling bawah di pita konduksi, sementara itu beberapa elektron di tingkatan energi paling atas pada pita valensi turun ke tingkatan energi yang lebih rendah, sehingga meninggalkan lubang pada pita valensi (Gb. 2.4(b)). Situasi ini digambarkan oleh tingkatan kuasi-Fermi E’FC untuk pita konduksi dan E’FV untuk pita valensi. Emisi cahaya terjadi jika suatu elektron pada pita valensi meluruh ke pita valensi dan berekombinasi dengan suatu lubang (hole). Pada kondisi tertentu, dapat terjadi emisi terstimulasi dari proses rekombinasi sehingga menghasilkan lasing.
Fenomena laser pada semikonduktor pertama kali diamati pada tahun 1962, menggunakan dioda sambungan p-n pada bahan semikonduktor GaAs.
Laser semikonduktor memiliki aplikasi yang sangat luas baik untuk aplikasi daya rendah maupun daya tinggi, diantaranya :
a. Laser AlGaAs berdaya rendah (5 – 20 Watt) banyak digunakan dalam CD player dan printer, sedangkan yang berdaya tinggi digunakan sebagai pumping laser zatpadat.
b. Laser InGaAsP/InP memiliki panjang gelombang 1310 nm dan 1550 nm, sehingga digunakan untuk komunikasi optik.
c. Laser InGaAs/GaAs memiliki panjang gelombang emisi sekitar 900 – 1100 nm, sehingga banyak digunakan sebagai pumping Er-doped fiber amplifier dan laser Yb:Er:gelas dan Yb:YAG. Disamping itu jenis laser ini digunakan untuk inerkneksi optik, komunikasi optik dan pemrosesan sinyal optik.  

Laser Dye

Laser dye menggunakan medium aktif yang terdiri dari larutan dye organik dalam pelarut cair, seperti etil, metil-alkohol, gliserol dan air. Dye organik merupakan molekul-molekul poliatomik yang mengandung rantai ikatan konjugasi ganda yang panjang [contoh (-CH=)n)]. Umumnya, laser dye termasuk ke dalam salah satu golongan berikut: 1. Dye polymethine, yang memberikan osilasi laser pada daerah merah dan inframerah (0,7 – 1,5 µm), sebagai contoh 3,3’ diethyl thiatricarbocyanine iodide (Gb. 2.1(a)) yang berosilasi pada panjang gelombang puncak, λp = 810 nm). 2. Dye xanthene, dimana laser beroperasi pada panjang gelombang cahaya tampak, sebagai contoh dye rhodamine 6G (Gb. 2.1(b)) dengan λp = 590 nm. 3. Dye coumarine, dimana ia berosilasi pada daerah hijau-biru (400 – 500 nm), sebagai contoh coumarine 2 (Gb. 2.1(c)) yang berosilasi pada daerah biru (λp = 450 nm).
 Organik dyes umumnya memiliki pita absorpsi dan fluoresensi yang lebar tanpa adanya fitur yang tajam; pita fluoresensi umumnya bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang daripada pita absorpsi (Stokes-shift), sehingga memungkinkan organik dyes ini digunakan untuk tunable laser.
Untuk memahami pembentukan fitur, umumnya kita harus mempelajari tingkatan-tingkatan energi pada molekul dye. Tipikal dari tingkatantingkatan energi dari molekul dye dalam larutan. Absorpsi terjadi karena penyerapan energi datang (berupa foton), yang membuat elektronelektron pada tingkat energi dasar S0 tereksitasi ke dalam tingkatan-tingkatan energi tereksitasi singlet S1. Karena pada setiap tingkatan energi baik S0 maupun S1, terdiri dari beberapa tingkatan energi, maka elektron-elektron yang tereksitasi akan meluruh ke tingkat energi yang paling dasar pada S1 dengan lifetime yang relatif cepat (orde ms atau µs). Elektron-elektron tadi meluruh ke tingkat energi pada S0 sehingga memancarkan foton (emisi), atau ada kemungkinan juga elektron dari S1 pindah ke tingkat energi tiplet T1. Dari T1 ada dua kemungkinan proses yang terjadi, yaitu pindah ke tingkatan energi yang lebih besar T2 atau meluruh kembali ke tingkatan energi dasar.

Laser Rubi dan Laser Neodymium

1. Laser Rubi

Laser rubi merupakan jenis laser pertama yang beroperasi. Laser ini tersiri dari kristal alam Al2O3 (corundum), dimana beberapa ion Al3+ digantikan oleh ion-ion Cr3+. Jika material Al2O3 tidak dicampur dengan material lain, maka akan membentuk kristal tak berwarna atau disebut safir. Sedangkan untuk material aktif, kristal ditumbuhkan dengan campuran antara Al2O3 dan Cr2O3 (0,05% berat), sehingga memberikan warna pink akibat dari absorpsi ion Cr3+ pada daerah violet dan hijau. Laser rubi dapat memancarkan panjang gelombang 694,3 nm dan 692,9 nm. Parameter optik dan spektroskopi dari laser rubi pada temperatur kamar diperlihatkan pada Tabel 2.2.
2.  Laser Neodymium

Tipe laser ini merupakan laser yang paling populer. Sebagai material host digunakan kristal Y3Al5O12 (Yttrium Aluminium Garnet, YAG) dimana beberapa ion Y3+ diganti oleh ion Nd3+. Disamping material YAG, material lain yang banyak digunakan sebagai host untuk laser neodymium adalah fluorida (YLiF4), vanadate (YVO4), posfat dan gelas silika. Konsentrasi umum doping ion Nd3+ adalah sekitar 1% atomik. Karakteristik beberapa laser neodymium ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Laser Nd:YAG dapat beroperasi pada kontinu dan pulsa, yang dipompa oleh lampu atau laser semikonduktor AlGaAs. Laser ini banyak digunakan untuk berbagai aplikasi, seperti : pemrosesan material (drilling dan welding), aplikasi medis (laser Nd:YAG kontinu dengan daya 50 Watt digunakan untuk evaporasi jaringan dan koagulasi), aplikasi scientific dan militer. Laser Nd:gelas sering digunakan dalam peralatan militer dan sebagai laser penguat untuk sistem energi sangat tinggi seperti untuk eksperimen reaksi fusi, seperti yang digunakan di lawrence Livermore national Laboratory, USA dan Perancis. 

Laser Zat Padat

Terminologi laser zat padat secara umum adalah laser yang bahan aktifnya memiliki impuritas ion-ion pada material host dielektriknya (dalam hal ini berbentuk kristal atau gelas). Ion-ion yang terletak di dalam elemen transisi barisan teratas pada Tabel Periodik, khususnya tanah jarang (rare earth, RE) atau ion-ion loram transisi sering digunakan sebagai impuritas aktif. Sedangkan material yang umum digunakan untuk kristal induk (host) adalah golongan oksida seperti Al2O3, atau flourida seperti YLiF4 (YLF). Material oksida lebih keras dan memiliki sifat mekanik dan teromekanik yang lebih baik, jika dibandingkan dengan material fluorida. Sedangkan material gelas memiliki temperatur melting yang lebih rendah daripada kristal, sehingga proses pembuatannya lebih mudah dan lebih murah. Namun, gelas memiliki konduktivitas termal yang lebih rendah, sehingga sifat menakin dan termomekaniknya kurang baik. Secara umum, impuritas bahan aktif adalah bahan RE yang memiliki struktur elektronik 4fN 5s2 5p6 5d0 6s2 , eperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1, dimana atom Xe digunakan sebagai perbandingan. Jika suatu RE dimasukkan ke dalam material host, dua elektron dalam 6s dan satu elektron dalam 4f digunakan untuk ikatan ionik, sehingga RE memberikan 3 ion terionisasi untuk material host (contoh menjadi Nd3+). Elektron-elektron yang tersisa dalam orbit 4f (N – 1) akan membentuk jumlah tingkatan-tingkatan energi yang besar, yang akan terpecah menjadi tiga jenis interaksi, yaitu interaksi Coulomb, kopling spin-orbit dan interaksi medan-medan kristal.

Sifat-sifat Berkas Cahaya Laser

Sifat cahaya laser dicirikan oleh monokromatik, koheren, terarah dan brightness.
 1.4.1. Monokromatik
Monokromatis artinya hanya satu frekuensi yang dipancarkan. Sifat ini diakibatkan oleh :
 • Hanya satu frekuensi yang dikuatkan [ν = (E2-E1)/h]
 • Susunan dua cermin yang membentuk cavity-resonant sehingga osilasi hanya terjadi pada frekuensi yang sesuai dengan frekuensi cavity.

1.4.2. Koheren
 (a). Koheren ruang (spatial coherence) Pandang dua buah titik P1 dan P2 dimana pada waktu t = 0 terletak pada bidang muka gelombang cahaya/EM yang sama. Andaikan E1(t) dan E2(t) adalah medan-medan listrik pada kedua titik tadi. Pada t = 0 perbedaan fasa kedua medan ini adalah nol. Jika perbedaan fasa ini dapat dipertahankan pada t > 0, maka dikatakan koheren ruang sempurna (perfect spatial coherence). Jika titik P1 dan P2 terletak pada beberapa titik memiliki korelasi fasa yang baik (perbedaan fasanya kecil), maka disebut koheren ruang sebagian (partial spatial cohenrence).
 (b). Koheren waktu (temporal coherence) Pandang medan listrik suatu gelombang EM pada titik P pada waktu t dan t + τ. Jika pada sembarang waktu τ yang diberikan, perbedaan fasa antara dua medan tetap sama seperti pada waktu t, maka dikatakan terjadi koheren waktu sepanjang waktu τ. Jika hal ini terjadi pada sembarang nilai τ, maka gelombang EM dikatakan koheren waktu sempurna (perfect temporal coherence). Jika hanya terjadi untuk waktu delay τ, dimana 0 < τ < τ0, maka gelombang EM dikatakan koheren waktu sebagian dengan waktu koherense τ0. Contoh suatu gelombang EM dengan waktu koherensi τ0 ditunjukkan pada Gb. 1.5, dimana medan listrik mengalami lompatan fasa pada interval waktu τ0.

1.4.3. Keterarahan (Directionality)
 Merupakan konsekuensi langsung ditempatkannya bahan aktif dalam cavity resonant, dimana hanya gelombang yang merambat dalam arah yang tegak lurus terhadap cermin-cermin yang dapat dipertahankan dalam cavity. (a). Kasus koheren ruang sempurna Pada jarak tertentu masih terjadi divergensi akibat difraksi.

Komponen Dasar Laser


populasi pada keadaan kesetimbangan termal (ekuilibrium), populasi-populasi digambarkan oleh statistik Boltzmann. Jika e N dan 1 e N2 adalah berturut-turut populasi pada kesetimbangan termal, maka :
dengan k adalah konstanta Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari material. Pada kesetimbangan termal, berlaku 1 e 2 1 e 2 N < g N / g , dimana ini terjadi pada kondisi yang umum/normal. Namun jika kondisi ketidaksetimbangan dicapai ( 1 e 2 1 e N2 > g N / g ), maka material berperilaku sebagai penguat (amplifier), yang berarti terjasi inversi populasi. Sehingga material ini dapat digunakan sebagai bahan aktif dari Laser. Jika frekuensi transisi ν0 = (E2 − E1 )/ kT berada pada daerah gelombang mikro, maka tipe material penguat ini disebut maser amplifier, dan jika berada pada daerah optik, maka disebut laser amplifier. Untuk membuat suatu osilator dari amplifier, maka diperlukan suatu feedback positif yang sesuai. Dalam daerah gelombang mikro, hal ini dilakukan dengan menempatkan bahan aktif dalam resonant cavity yang memiliki frekuensi ν0. Dalam kasus Laser, feedback sering diperoleh dengan menempatkan bahan aktif diantara dua cermin pemantul (reflecting mirrors), seperti cermin bidang yang sejajar.
Dalam kasus ini, gelombang bidang EM menjalar dalam arah yang tegak lurus dari cermin, sehingga terjadi pemantulan oleh kedua cermin, dan dikuatkan pada setiap lintasan melalui bahan aktif. Jika cermin-2 dibuat transparan sebagian, maka berkas cahaya output akan diperoleh dari cermin-2.
Agar dapat diproduksi inversi populasi dalam bahan aktif, maka interaksi antara cahaya dengan material/bahan harus cukup kuat, mungkin dengan menggunakan lampu berintensitas cukup tinggi pada frekuensi ν = ν0. Karena pada kesetimbangan termal ( )( ) 1 1 2 2 N / g > N g , absorpsi lebih dominan daripada emisi terstimulasi, maka cahaya datang akan lebih banyak menghasilkan transisi 1→2 daripada 2→1, sehingga diharapkan akan terjadi inversi populasi. Namun kenyataannya tidak pernah terjadi (setidaknya pada kasus steady state). Jika g2N2 = g1N1, proses absorpsi dan emisi terstimulasi saling mengkompensasi, sehingga material menjadi transparan. Keadaan ini disebut two-level saturation. Populasi inversi tidak akan pernah bisa dihasilkan oleh material dengan dua tingkatan energi (two-level). Agar terjadi inversi populasi, maka harus dilakukan pada three-level atau fourlevel, seperti ditunjukkan pada Gb. 1.4. 
Dalam laser three-level, atom-atom tereksitasi ke tingkatan/level-3, kemudian meluruh dengan cepat ke level-2, sehingga inversi populasi terjadi antara level-2 dan level-1, maka terjadilah laser. Dalam laser four-level, atom-atom tereksitasi dari keadaan dasar (level-0) ke level-3, kemudian meluruh secara cepat ke level-2 dan terjadi inversi populasi antara level-2 dan level-1, sehingga terjadi emisi terstimulasi (laser). Peluruhan cepar dapat terjadi dari level-1 ke level-0 yang umumnya non-radiatif. Jika dibandingkan antara kedua sistem laser diatas, maka jelas, bahwa inversi populasi lebih mudah terjadi pada four-level daripada three-level laser. 

Senin, 04 Mei 2015

Klasifikasi gelombang

Dalam kenyataannya pengklasifikasian gelombang sangat beragam, ada yang menurut arah rambatnya, medium perambatannya, menurut dimensi penyebaran rambatannya dll. Namun yang akan dibahas pada makalah ini hanya dua pengklasifikasiaan gelombang yaitu menurut arah perambatannya dan kebutuhan medium perambatannya. Gelombang menurut arah perambataanya:

 Gelombang longitudinal
Gelombang dengan arah gangguan sejajar dengan arah penjalarannya. Contoh gelombang longitudinal adalah gelombang bunyi, gelombang bunyi ini analog dengan pulsa longitudinal dalam suatu pegas vertikal di bawah tegangan dibuat berosilasi ke atas dan ke bawah disebuah ujung, maka sebuah gelombang longitudinal berjalan sepanjang pegas tersebut ,koil – koil pada pegas tersebut bergetar bolak – balik di dalam arah di dalam mana gangguan berjalan sepanjang pegas.
 Gelombang Transversal
Gelombang transversal adalah gelombang dengan gangguan yang tegak lurus arah penjalaran. Misalnya gelombang cahaya dimana gelombang listrik dan gelombang medan magnetnya tegak lurus kepada arah penjalarannya.

Gelombang menurut kebutuhan medium dalam perambatannya :

 Gelombang mekanik
Gelombang mekanik adalah gelombang yang memerlukan medium tempat merambat. Contoh gelombang mekanik gelombang pada tali, gelombang bunyi.

 Gelombang elektromagnetik
Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang energi dan momentumnya dibawa oleh medan listrik (E) dan medan magnet (B) yang dapat menjalar melalui vakum atau tanpa membutuhkan medium dalam perambatan gelombangnya.
 Sumber gelombang elektromagnetik :
          Osilasi listrik.
          Sinar matahari menghasilkan sinar infra merah.
          Lampu merkuri menghasilkan ultra violet.
          Inti atom yang tidak stabil ® menghasilkan sinar gamma.
          Penembakan elektron dalam tabung hampa pada keping logam menghasilkan sinar X (digunakan untuk rontgen). Keterkaitan antara medan listrik (E) dan medan magnet (B) diungkapkan dengan persamaan Maxwell. Persamaan Maxwell merupakan hukum yang mendasari teori medan elektromagnetik.
 Contoh dari gelombang elektromagnetik : Gelombang cahaya, gelombang radio

Cahaya Matahari Termasuk Gelombang Bola?

Gelombang didefinisikan sebagai energi getaran yang merambat. Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang berfikir bahwa yang merambat dalam gelombang adalah getarannya atau partikelnya, hal ini sedikit tidak benar karena yang merambat dalam gelombang adalah energi yang dipunyai getaran tersebut. Dari sini timbul benarkan medium yang digunakan gelombang tidak ikut merambat? padahal pada kenyataannya terjadi aliran air di laut yang luas. Menurut aliran air dilaut itu tidak disebabkab oleh gelombang tetapi lebih disebabkan oleh perbedaan suhu pada air laut. Tapi mungkin juga akan terjadi perpindahan partikel medium, ketika gelombang melalui medium zat gas yang ikatan antar partikelnya sangat lemah maka sangat dimungkinkan partikel udara tersebut berpindah posisi karena terkena energi gelombang. Walau perpindahan partikelnya tidak akan bisa jauh tetapi sudah bisa dikatakan bahwa partikel medium ikut berpindah.
Pertama kita harus memahami definisi dari gelombang bola terlebih dahulu. Gelombang bola merupakan rambatan getaran energi yang dipancarkan kesegala arah sehingga membentuk permukaan seperti bola.
Oleh sebab itu, cahaya matahari dapat digolongkan sebagai gelombang bola. Karena penyebarannya membentuk seperti permukaan bola.
Ketika cahaya matahari menyinari bumi, berkas cahaya akan mengenai seluruh permukaan bumi (selain bagian bumi yang membelakangi matahari). Dalam proses penyinaran tersebut, cahaya matahari merambat tidak memerlukan medium perambatan, sehingga panjang gelombangnya tidak berpengaruh terhadap penyinaran cahaya matahari ke bumi.

Rabu, 11 Maret 2015

Efek Fotolistrik

Pernahkah kamu melihat pelangi? Pernahkah kamu melihat warna-warni di jalan aspal yang basah? Pelangi terjadi akibat dispersi cahaya matahari pada titik-titik air hujan. Adapun warna-warni yang terlihat di jalan beraspal terjadi akibat gejala interferensi cahaya. Gejala dispersi dan interferensi cahaya menunjukkan bahwa cahaya merupakan gejala gelombang. Gejala difraksi dan polarisasi cahaya juga menunjukkan sifat gelombang dari cahaya.
pola warna-warni di atas aspal basah yang dikenai bensin terjadi akibat interferensi cahaya
Gejala fisika yang lain seperti spektrum diskrit atomik, efek fotolistrik, dan efek Compton menunjukkan bahwa cahaya juga dapat berperilaku sebagai partikel. Sebagai partikel cahaya disebut dengan foton yang dapat mengalami tumbukan selayaknya bola.
Efek Fotolistrik
Ketika seberkas cahaya dikenakan pada logam, ada elektron yang keluar dari permukaan logam. Gejala ini disebut efek fotolistrik. Efek fotolistrik diamati melalui prosedur sebagai berikut. Dua buah pelat logam (lempengan logam tipis) yang terpisah ditempatkan di dalam tabung hampa udara. Di luar tabung kedua pelat ini dihubungkan satu sama lain dengan kawat. Mula-mula tidak ada arus yang mengalir karena kedua plat terpisah. Ketika cahaya yang sesuai dikenakan kepada salah satu pelat, arus listrik terdeteksi pada kawat. Ini terjadi akibat adanya elektron-elektron yang lepas dari satu pelat dan menuju ke pelat lain secara bersama-sama membentuk arus listrik.
Hasil pengamatan terhadap gejala efek fotolistrik memunculkan sejumlah fakta yang merupakan karakteristik dari efek fotolistrik. Karakteristik itu adalah sebagai berikut.
  1. hanya cahaya yang sesuai (yang memiliki frekuensi yang lebih besar dari frekuensi tertentu saja) yang memungkinkan lepasnya elektron dari pelat logam atau menyebabkan terjadi efek fotolistrik (yang ditandai dengan terdeteksinya arus listrik pada kawat). Frekuensi tertentu dari cahaya dimana elektron terlepas dari permukaan logam disebut frekuensi ambang logam. Frekuensi ini berbeda-beda untuk setiap logam dan merupakan karakteristik dari logam itu.
  2. ketika cahaya yang digunakan dapat menghasilkan efek fotolistrik, penambahan intensitas cahaya dibarengi pula dengan pertambahan jumlah elektron yang terlepas dari pelat logam (yang ditandai dengan arus listrik yang bertambah besar). Tetapi, Efek fotolistrik tidak terjadi untuk cahaya dengan frekuensi yang lebih kecil dari frekuensi ambang meskipun intensitas cahaya diperbesar.
  3. ketika terjadi efek fotolistrik, arus listrik terdeteksi pada rangkaian kawat segera setelah cahaya yang sesuai disinari pada pelat logam. Ini berarti hampir tidak ada selang waktu elektron terbebas dari permukaan logam setelah logam disinari cahaya.
Karakteristik dari efek fotolistrik di atas tidak dapat dijelaskan menggunakan teori gelombang cahaya. Diperlukan cara pandang baru dalam mendeskripsikan cahaya dimana cahaya tidak dipandang sebagai gelombang yang dapat memiliki energi yang kontinu melainkan cahaya sebagai partikel.
Perangkat teori yang menggambarkan cahaya bukan sebagai gelombang tersedia melalui konsep energi diskrit atau terkuantisasi yang dikembangkan oleh Planck dan terbukti sesuai untuk menjelaskan spektrum radiasi kalor benda hitam. Konsep energi yang terkuantisasi ini digunakan oleh Einstein untuk menjelaskan terjadinya efek fotolistrik. Di sini, cahaya dipandang sebagai kuantum energi yang hanya memiliki energi yang diskrit bukan kontinu yang dinyatakan sebagai E = hf.
Konsep penting yang dikemukakan Einstein sebagai latar belakang terjadinya efek fotolistrik adalah bahwa satu elektron menyerap satu kuantum energi. Satu kuantum energi yang diserap elektron digunakan untuk lepas dari logam dan untuk bergerak ke pelat logam yang lain. Hal ini dapat dituliskan sebagai
Energi cahaya = Energi ambang + Energi kinetik maksimum elektron
E = W0 + Ekm
hf = hf0 + Ekm
Ekm = hf – hf0
Persamaan ini disebut persamaan efek fotolistrik Einstein. Perlu diperhatikan bahwa W0 adalah energi ambang logam atau fungsi kerja logam, f0 adalah frekuensi ambang logam, f adalah frekuensi cahaya yang digunakan, dan Ekm adalah energi kinetik maksimum elektron yang lepas dari logam dan bergerak ke pelat logam yang lain. Dalam bentuk lain persamaan efek fotolistrik dapat ditulis sebagai
Dimana m adalah massa elektron dan ve adalah dan kecepatan elektron. Satuan energi dalam SI adalah joule (J) dan frekuensi adalah hertz (Hz). Tetapi, fungsi kerja logam biasanya dinyatakan dalam satuan elektron volt (eV) sehingga perlu diingat bahwa 1 eV = 1,6 × 10−19 J.
 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates