Pages

Ads 468x60px

Featured Posts

Selasa, 05 Mei 2015

TERMINASI PADA KABEL SERAT OPTIK


• Ujung kabel serat optik berakhir di sebuah terminasi, untuk hal tersebut dibutuhkan penyambungan kabel serat optik dengan pigtail serat optik di Optical Termination Board (OTB), bisa wallmount atau 1U rackmount. Dari OTB kabel serat optik tinggal disambung dengan patchcord serat optik ke perangkat multiplexer, switch atau bridge (converter to ethernet UTP)

• Penyambungan kabel serat optik disebut sebagai splicing. • Splicing menggunakan alat khusus yang memadukan dua ujung kabel seukuran rambut secara presisi, dibakar pada suhu tertentu sehingga kaca meleleh tersambung tanpa bagian coated-nya ikut meleleh.

• Setelah tersambung, bagian sambungan ditutup dengan selubung yang dipanaskan. Alat ini mudah dioperasikan, namun sangat mahal harganya. • Inilah sebabnya meskipun harga kabel fiber optik sudah jauh lebih murah namun alat dan biaya lainnya masih mahal, terutama pada biaya pemasangan kabel, splicing dan terminasinya.

• Pigtail yang disambungkan ke kabel optik bisa bermacam-macam konektornya, yang paling umum adalah konektor FC. • Dari konektor FC di OTB ini kita tinggal menggunakan patchcord yang sesuai untuk disambungkan ke perangkat. Umumnya perangkat optik seperti switch atau bridge menggunakan konektor SC atau LC. Cukup menyulitkan ketika menyebut jenis konektor yang kita kehendaki kepada penjual, FC, SC, ST, atau LC.

• Setelah kabel optik terpasang di OTB dilakukan pengujian end-to-end dengan menggunakan Optical Time Domain Reflectometer (OTDR).

• Dengan OTDR akan didapatkan kualitas kabel, seberapa besar loss cahaya dan berapa panjang kabel totalnya. Harga perangkat OTDR ini sangat mahal, meskipun pengoperasiannya relatif mudah.

• OTDR ini digunakan pula pada saat terjadi gangguan putusnya kabel laut atau terestrial antar kota, sehingga bisa ditentukan di titik mana kabel harus diperbaiki dan disambung kembali

• Untuk keperluan sederhana misalnya sambungan fiber optik antar gedung pada jarak ratusan meter (hingga 15km) kini teknologi bridge/converter-nya sudah semakin murah dengan kapasitas 100Mbps, sedangkan untuk full gigabit harga switch/module-switchnya masih mahal.

• Jadi, meskipun harga kabel serat optik sudah di kisaran Rp10.000/m namun total pemasangannya membengkak karena ada biaya SDM yang menarik dan memasang kabel, biaya splicing setiap core-nya, pemasangan OTB, pengujian OTDR, penyediaan patchcord dan perangkat optiknya sendiri (switch/bridge).

sejarah fiber optik


GENERASI 1 PERKEMBANGAN SERAT OPTIK
• Generasi pertama (mulai 1975)
• Sistem masih sederhana dan menjadi dasar bagi sistem generasi berikutnya, terdiri dari : • alat encoding : mengubah input (misal suara) menjadi sinyal listrik. • transmitter : mengubah sinyal listrik menjadi sinyal gelombang, berupa LED dengan panjang gelombang 0,87 mm. • serat silika : sebagai penghantar sinyal gelombang • repeater : sebagai penguat gelombang yang melemah di perjalanan • receiver : mengubah sinyal gelombang menjadi sinyal listrik, berupa fotodetektor • decoding : mengubah sinyal listrik menjadi output (misal suara) • Repeater bekerja melalui beberapa tahap, mula-mula ia mengubah sinyal gelombang yang sudah melemah menjadi sinyal listrik, kemudian diperkuat dan diubah kembali menjadi sinyal gelombang.
• Generasi pertama ini pada tahun 1978 dapat mencapai kapasitas transmisi sebesar 10 Gb.km/s.

GENERASI 2 PERKEMBANGAN SERAT OPTIK
• Generasi kedua (mulai 1981)
• Untuk mengurangi efek dispersi, ukuran teras serat diperkecil agar menjadi tipe mode tunggal.
• Indeks bias kulit dibuat sedekat-dekatnya dengan indeks bias teras. Dengan sendirinya transmitter juga diganti dengan diode laser, panjang gelombang yang dipancarkannya 1,3 mm.
• Dengan modifikasi ini generasi kedua mampu mencapai kapasitas transmisi 100 Gb.km/s, 10 kali lipat lebih besar daripada generasi pertama.

GENERASI 3 PERKEMBANGAN SERAT OPTIK
• Generasi ketiga (mulai 1982)
• Terjadi penyempurnaan pembuatan serat silika dan pembuatan chip diode laser berpanjang gelombang 1,55 mm.
• Kemurnian bahan silika ditingkatkan sehingga transparansinya dapat dibuat untuk panjang gelombang sekitar 1,2 mm sampai 1,6 mm.
• Penyempurnaan ini meningkatkan kapasitas transmisi menjadi beberapa ratus Gb.km/s.

GENERASI 4 PERKEMBANGAN SERAT OPTIK
• Generasi keempat (mulai 1984)
• Dimulainya riset dan pengembangan sistem koheren, modulasinya yang dipakai bukan modulasi intensitas melainkan modulasi frekuensi, sehingga sinyal yang sudah lemah intensitasnya masih dapat dideteksi. Maka jarak yang dapat ditempuh, juga kapasitas transmisinya, ikut membesar.
• Pada tahun 1984 kapasitasnya sudah dapat menyamai kapasitas sistem deteksi langsung. Generasi ini terhambat perkembangannya karena teknologi piranti sumber dan deteksi modulasi frekuensi masih jauh tertinggal. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa sistem koheren ini punya potensi untuk maju pesat pada masamasa yang akan datang.

Akuisisi Optik-mekanik dan Optik-elektronik

Skenario pengambilan citra terpolarisasi umumnya dilakukan dengan mengambil citra minimal tiga kali (Wolff, 1995) atau lebih, dengan filter polarisasi diset pada sudut yang berbeda-beda orientasinya. Jika hanya mengambil tiga citra, biasanya orientasi polarizer diset pada 0°, 45° dan 90°. Namun jika lebih dari dari itu, polarizer stepnya diatur dengan perbedaan mulai 5° ,10° dan seterusnya sesuai dengan keperluan. Namun, perputaran mekanis filter optik di depan kamera yang rentan terhadap pergeseran geometris proyeksi citra pada bidang fokus dan dapat menimbulkan variasi intensitas pada cahaya, membuat para peneliti mengembangkan filter polarizer yang berotasi secara otomatis dengan memanfaatkan perangkat elektronik (Wolff & Andreou, 1995) dan (Miyazaki, et al. 2005). Oleh karena itu, jika melihat dari bagaimana
konfigurasi optik dilakukan, kita dapat membagi teknik ini menjadi dua bagian, yaitu teknik akuisisi citra optik-mekanik dan akuisisi citra optikelektronik.
Pada akuisisi citra optik-mekanik, para peneliti menggunakan kamera dengan menambahkan komponen filter polarisasi linier yang dapat dirotasikan secara mekanis di depan lensa kamera tersebut. Desain kamera seperti ini kemudian digunakan untuk menangkap beberapa jenis citra obyek yang sama dengan orientasi polarisasi yang berbeda, dengan cara mengubah orientasi filternya. Perhitungan polarisasi dengan cara ini paling tidak membutuhkan 3 jenis komponen citra terpolarisasi yang berbeda, biasanya dengan sudut 0°, 45° dan 90°. Namun, jika tidak dilakukan dengan teliti, cara rotasi mekanik ini dapat menyebabkan terjadinya pergeseran geometrik penampilan proyeksi citra pada kamera, yang menghasilkan kesalahan yang signifikan dalam pengukuran parameter polarisasi (Wolff, 1995).
Sedangkan pada akuisisi citra optik-elektronik, kamera yang digunakan dilengkapi dengan sensor yang mengatur orientasi polarisasi secara elektronis. Pada desain awal teknik ini, peneliti menggunakan liquid crystal (Wolff & Andreou, 1995), yaitu dengan memanfaatkan dua twisted nematic (TN) liquid crytal yang diletakkan di depan CCD kamera. TN adalah suatu alat elektro-optik yang akan mengendalikan komponen cahaya parsial linear polarisasi yang bergerak melaluinya. Komponen polarisasi dari citra akan segera diketahui secara seri tanpa perlu melakukan rotasi secara mekanik filter
polarisasi.

Perubahan Nilai Intensitas Cahaya Menjadi Tegangan

Konsep mengenai konversi cahaya menjadi arus terjadi pada photodiode Gambar 2.10. Cahaya dengan energi yang cukup, menghasilkan pasangan elektron-hole yang terjadi pada sambungan diode yang disebut sebagai “Depletion Region” atau sambungan P-N. Elektron bebas berjalan disepanjang daerah N, karena elektron merupakan muatan negatif, kemudian menuju kutub negatif. Demikian halnya hole yang bermuatan positif, berjalan disepanjang daerah P, dan menuju ke kutub positif.

Proses penghasilan energi listrik diawali dengan pemutusan ikatan elektron pada atom-atom yang tersusun dalam kristal ketika diberikan sejumlah energi . Karena p dan n tersambung oleh depletion region maka akan terjadi difusi hole dari p menuju n dan difusi elektron dari n menuju p. Adanya perbedaan muatan pada daerah deplesi akan mengakibatkan munculnya medan listrik. Sambungan p-n menghasilkan medan listrik agar elektron dapat mengalir. Lepasnya pembawa muatan pada permukaan kristal mengakibatkan penambahan kuat medan listrik didaerah deplesi. Adanya kelebihan muatan mengakibatkan muatan tersebut bergerak karena adanya medan listrik pada daerah deplesi. Pada keadaan ini dihasilkan arus berupa arus drift, yaitu arus yang dihasilkan karena kemunculan medan listrik. Arus inilah yang kemudian dinamakan sebagai arus listrik (Iswanto,2008).

Photometry

Photometry merupakan pengetahuan tentang pengukuran cahaya dalam hal kecerahan atau tingkat terang yang dirasakan oleh mata manusia. Dalam photometry, daya radiasi pada masing-masing panjang gelombang digambarkan dalam fungsi luminosity.
Pada dasarnya sensitivitas mata manusia tidak sama untuk semua jenis panjang gelombang cahaya visible (tampak) pada percobaan photometry untuk mengukur daya pada masing-masing panjang gelombang tersebut yang direpresentasikan oleh sensitivitas mata terhadap panjang gelombang itu. Model standar dari respon mata terhadap cahaya sebagai fungsi panjang gelombang diberikan oleh fungsi luminosity. Sebagai catatan bahwa mata manusia memiliki perbedaan dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan itu dijadikan sebagai fungsi gelombang pada saat terjadi adaptasi dengan kondisi terang (photopic vision) dan kondisi gelap (scotopic vision). Pengukuran photometri mungkin tidak akurat karena kecerahan kondisi sumber cahaya yang warnanya tidak dapat dilihat, seperti cahaya bulan atau cahaya bintang. Besarnya daya atau intensitas dari suatu sumber cahaya pada suatu jarak tertentu sangat bergantung pada letak jarak yang menjadi acuan terhadap sumber cahaya tersebut. Perhatikan gambar 2.9(a). Gambar 2.9(a) mendeskripsikan bahwa pada permukaan AB dengan luasan S1, energi yang mengalir perdetik. Diketahui bahwa besarnya energi yang mengalir pada permukaan S1 adalah sama dengan S2.
Dalam photometrik, setiap besaran panjang gelombangnya diukur menurut sensitivitas mata manusia. Contohnya, respon mata lebih kuat ketika melihat cahaya hijau daripada responnya terhadap cahaya merah. Jadi cahaya hijau akan memiliki fluk luminous lebih besar dibandingkan dengan cahaya merah. Satuan fluks luminous (F) adalah lumen yang didefinisikan sebagai fluks luminous per satuan solid angle dalam kaitannya dengan titik sumber dari Intensitas cahaya.
Intensitas iluminasi (I) hanya akan bergantung pada daya iluminasi (L) dan kuadrat jarak antara sumber dengan permukaan. Semakin besar daya iluminasinya maka semakin besar intensitas iluminasinya, dan semakin besar jarak antara sumber cahaya dengan maka semakin kecil intensitas iluminasinya.

Karakteristik Sensor Serat Optik Untuk Perfomansi Sensor

Untuk mengetahui kinerja atau performansi dari serat optik sebagai alat pengukuran pergeseran obyek dalam skala mikrometer, maka perlu dicari dan diketahui beberapa karakteristik sensor sebagai berikut ;

1. Jangkauan sensor
Cara mendapatkan jangkauan sensor yaitu dengan melakukan pergeseran hingga tegangan keluaran detektor tidak mampu lagi mendeteksi perubahan yang terjadi. Jangkauan sensor merupakan nilai minimum hingga nilai maksimum dimana suatu sensor masih bisa bekerja.

2. Span
Span pada perancangan sensor serat optik untuk pergeseran mikro didapatkan dari pergeseran maksimum yang dikurangi dengan pergeseran minimum yang terjadi dalam orde mikrometer.

3. Resolusi pergeseran alat
Resolusi pergeseran alat merupakan nilai terkecil yang mampu dideteksi, dilihat berdasarkan grafik hasil penelitian, berkaitan dengan besar perubahan tegangan akibat perubahan jarak yang terjadi dan nilai yang diambil yaitu pergeseran terkecil yang dilakukan, dapat diperoleh berdasarkan persamaan hubungan antara jarak dan tegangan keluaran.

4. Sensitivitas
Pada penelitian sensor serat optik sebagai alat pengukuran pergeseran obyek dalam orde mikrometer maka sensitivitas dapat diketahui berdasarkan grafik dengan melihat gradient yang terdapat pada grafik dan ditinjau dari kemiringan yang terjadi, semakin besar nilai kemiringan maka semakin sensitive sensor serat optik sebagai pergeseran obyek (Widyana, 2010).

Sensor Pergeseran Serat Optik

Dalam sensor pergeseran, terdapat dua metode yang menjadi acuan, yaitu sensor interferometer modulasi phase, dan sensor intensitas berdasarkan refleksi. Sensor interferometer modulasi phase membandingkan phase sinyal cahaya dalam fiber optik dengan model berbentuk interferometer. Sedangkan sensor pergeseran berdasarkan refleksi menggunakan minimal dua buah fiber optik yang berperan sebagai input dan juga berperan sebagai receiving output fiber. Bentuk set up sederhana dari sensor pergeseran berdasarkan refleksi dapat dilihat seperti Gambar 2.8.

Gambar 2.8. mendeskripsikan bahwa transmisi sinyal cahaya mula-mula berasal dari serat optik input kemudian keluar menuju cermin datar kemudian mengalami pemantulan. Pantulan sinyal cahaya tersebut sebagian diterima oleh receiver serat optik output untuk diteruskan untuk selanjutnya dideteksi oleh detektor. Deskripsi berdasarkan Gambar 2.8 di atas menunjukkan bahwa intensitas sinyal cahaya yang akan dideteksi oleh detektor apabila ada sinyal cahaya yang diterima oleh receiver serat optik output. Besar kecilnya intensitas sinyal cahaya yang akan diterima oleh receiver serat optik output bergantung pada intensitas mula-mula dan jarak antara permukaan cermin datar dengan serat optik input dan receiver serat optik output. Jika dilakukan variasi antara jarak permukaan cermin dengan serat optik input dan receiver serat optik output dengan skala variasi yang sangat kecil maka akan terlihat variasi nilai intensitas yang dideteksi oleh detektor. Jenis variasi tersebut menjadi dasar dalam pembuatan sensor pergeseran mikro (micro-dispalcement).

Prinsip operasi sensor

Berdasarkan prinsip kerja dari proses modulasi atau demodulasi, sensor serat optik dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas, phase, frekuensi atau polarisasi sensor. Semua parameter merupakan subjek untuk merubah gangguan eksternal. Sehingga, dengan mendeteksi parameter tersebut dan perubahan yang terjadi, maka gangguan dari luar dapat diukur. Sensor Serat optik dapat dikelompokkan berdasarkan tiga klasifikasi, yaitu;
a. Sensor serat optik berdasarkan intensitas
Sensor Serat optik berdasarkan Intensitas dihubungkan dengan beberapa sinyal yang hilang. Alat ini dibuat dengan menggunakan perlengkapan untuk mengubah sesuatu besaran menjadi suatu besaran yang diukur bahwa fiber mengalami bending dan menyebabkan attenuasi sinyal. Cara lain untuk melakukan attenuasi pada sinyal yaitu dengan melakukan proses absorpsi atau scattering. Dengan mengamati perubahan intensitas, perubahan intensitas dapat terjadi akibat mikrobending serat optik. Pendeteksian mikro bending dapat menggunakan OTDR (Optical Time Domain Reflectometer) sehingga dapat diketahui posisi terjadinya bending pada serat optik.

b. Sensor serat optik berdasarkan modulasi panjang gelombang.
Sensor modulasi panjang gelombang menggunakan perubahan panjang gelombang atau cahaya untuk dideteksi. Contoh dari sensor modulasi panjang gelombang yaitu; Sensor Fluorescens, sensor benda hitam, dan brag gratting.

c. Sensor Serat optik berdasarkan modulasi phase
Sensor ini menggunakan phasa yang berubah untuk mendeteksi cahaya. Perubahan phasa dideteksi secara interferometer dan methode yang digunakan untuk pendeteksian secara interferometer ini yaitu; Mach-Zehnder, Michelson, Fabry- Perot, Sagnac, polarimetric, and grating interferometers (widyana, 2010).

Tipe Serat Optik

Berdasarkan faktor struktur dan properti sistem transmisi yang sekarang banyak diimplementasikan, teknologi serat optik terbagi atas dua kategori umum, yaitu :

1. Serat optik single mode

Serat optik single mode adalah sebuah sistem transmisi data berwujud cahaya yang hanya terdapat satu buah indeks sinar tanpa terpantul yang merambat sepanjang media tersebut dibentang. Satu buah sinar yang tidak terpantul didalam media optik tersebut membuat teknologi serat ini hanya sedikit mengalami gangguan dalam perjalanannya. Itu pun lebih banyak gangguan yang berasal dari luar maupun gangguan fisik saja. Single mode dilihat dari segi strukturnya merupakan teknologi serat optik yang bekerja menggunakan inti (core) serat yang berukuran sangat kecil dan diameternya bekisar 8 sampai 10 . Single mode dapat membawa data dan bandwidth yang lebih besar dibandingkan dengan multimode serat optik, tetapi teknologi ini membutuhkan sumber cahaya dengan lebar spectral yang sangat kecil. Single mode dapat membawa data dengan lebih cepat dan 50 kali lebih jauh dibandingkan dengan multi mode. Inti serat yang digunakan lebih kecil dari multi mode dengan demikian gangguan-gangguan didalamnya akibat distrosi dan overlapping pulsa sinar menjadi berkurang. Inilah yang menyebabkan single mode serat optik menjadi lebih stabil, cepat dan jauh jangkauannya.

 b. Multi mode

serat optik Multi mode serat optik merupakan teknologi transmisi data melalui media serat optik dengan menggunakan beberapa buah indeks cahaya di dalamnya. Cahaya yang dibawanya tersebut akan mengalami pemantulan berkali-kali hingga sampai ditujuan akhirnya. Banyaknya mode yang dapat dihasilkan oleh teknologi ini bergantung dari besar kecilnya ukuran inti serat dan sebuah parameter yang diberi nama Numerical Aparture (NA) (Yuhardian,2006).

Sistem Kerja Mikroskop

Mikroskop dirancang untuk melihat benda yang kecil pada jarak dekat. Benda
yang akan diamati diletakan diluar titik fokus objektif seperti pada Gambar 17. Berkas
cahaya dari benda dibiaskan oleh lensa objektif sehingga menghasilkan bayangan
yang bersifat nyata, terbalik dan diperbesar. Bayangan yang terbentuk akibat
pembiasan oleh lensa objektif ini menjadi benda untuk lensa okuler. Dalam hal ini
lensa okuler berfungsi sebagai lensa pembesar, membentuk bayangan yang bersifat
maya tegak dan diperbesar. Karena benda yang digunakan adalah bayangan yang
dihasilkan oleh lensa objektif yang bersifat terbalik. Maka hasil akhir bayangan yang
terbentuk bersifat maya, terbalik, dan diperbesar.

Dalam sistem kerja mikroskop, perbesaran total mikroskop merupakan hasil
kali perbesaran yang dihasilkan oleh kedua lensa. Secara matematis hal ini dinyatakan
dalam persamaan berikut.
M = Mob x Mok
Keterangan :
M : Perbesaran total pada mikroskop
MOB : Perbesaran dari lensa objektif
MOK : Perbesaran dari lensa okuler

Tinjauan Beberapa Kasus Pengamatan
1. Pengamatan Mikroskop Tanpa Akomodasi
Agar mata pengamat dalam menggunakan mikroskop tidak berakomodasi,
maka lensa okuler harus diatur atau digeser supaya bayangan yang diambil oleh
lensa objektif tepat jatuh pada fokus lensa okuler sehingga bayangan yang
dibentuk oleh lensa okuler berada di tak hingga.

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates